Lihat ke Halaman Asli

Luna Septalisa

TERVERIFIKASI

Pembelajar Seumur Hidup

Tren Aktivisme Lingkungan Meningkat, Mengapa Kesadaran Krisis Iklim Masih Rendah?

Diperbarui: 3 Februari 2023   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kegiatan aktivisme lingkungan secara luring. Sumber: Pexels.com/Markus Spiske

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dikutip oleh BBC tentang tren intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, banjir bandang, angin puting beliung, tanah longsor) yang terjadi selama beberapa tahun menunjukkan bahwa periode 2010-2020 disebut sebagai 'dekade penuh bencana' bagi Indonesia. Puncaknya terjadi pada 2019 dengan jumlah hampir 4.000 peristiwa bencana dan didominasi oleh bencana banjir. 

Tren kejadian bencana banjir pada bulan Januari dari 2008-2021 diketahui mencapai puncaknya pada 2021 dengan 177 jumlah kejadian atau 48 kejadian lebih tinggi dibandingkan tahun 2020.

grafik tren banjir pada bulan Januari selama 13 tahun-sumber: BNPB (hasil tangyar dari laman bbc.com)

Cuaca ekstrem yang memicu peningkatan curah dan intensitas hujan tinggi sering disebut sebagai biang keladi. Namun, sangat jarang yang mau menyebut kerusakan lingkungan akibat ulah manusia sebagai penyebabnya. Mitigasi bencana mungkin sudah dilakukan, tapi kalau tidak ada solusi yang menyentuh akar masalah ya buat apa?

Bencana hidrometeorologi itu berbeda dengan bencana vulkanis dan tektonis. Bencana hidrometeorologi dan dampaknya erat kaitannya dengan ulah manusia yang mengakibatkan krisis iklim. Dan salah satu dampak dari krisis iklim adalah cuaca ekstrem.

Krisis iklim sudah jadi isu krusial yang tidak lagi menjadi perdebatan di kalangan pakar. Ia juga telah menjadi concern di kalangan masyarakat berbagai negara, terutama generasi milenial dan Z. 

Mengutip dari The Conversation, kajian awal tahun 2020 di Indonesia menunjukkan dari 110 responden generasi Z yang disurvei, lebih dari 80% memiliki kesadaran iklim yang tinggi.

Kesadaran iklim yang tinggi di kalangan anak-anak muda juga tak lepas dari paparan media sosial, terutama akun-akun LSM, aktivis atau influencer lingkungan yang mereka ikuti. 

Aktivisme digital tentang isu-isu lingkungan pun jamak kita temukan di media sosial. Mulai dari ajakan untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan hingga penandatanganan petisi daring.

Meski kesadaran iklim menunjukkan tren positif di kalangan anak muda, sayangnya kesadaran ini lebih banyak berada di ranah personal, belum menjadi kesadaran kolektif yang punya daya desak kuat untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline