Lihat ke Halaman Asli

Dayak Kanayatn

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada bagian ini akan dikemukakan mengenai artiDayak Kanayatndan asal usulnya. Tentang hal tersebut akan dikemukakan sejarah tertulis, benda-bendasejarah dan tradisi lisan.

A. Nama Kanayatn

Dayakadalah nama suku-suku asli asal Kalimantan, dalam kamus Indonesia-Inggris “natif ethnic group of Kalimantan”.

Ch. H. Duman mengelompokkan Dayak menjadi 7 suku induk,yakni :

1. Ngaju dengan 99 suku kecil

2. Apu Kayan dengan 60 suku kecil

3. Iban dengan 11 suku kecil

4. Klemantan dengan 86 suku kecil

5. Murut dengan 36 suku kecil

6. Punan dengan 50 suku kecil

7. Ot Danum dengan 66 suku kecil.

Dayak Kanayatn dikelompokkan ke dalam salah satu suku kecil Dayak Ot Danum, yang ditulis dengan istilah “Kendayan”, nama ini kemudian dipakai JU Lontaan untuk menunjuk suku Dayak yang berbahasa “ahe” atau banana’ di sekitar Ambawang yang berasal dari daerah Mempawah Hulu.

Penelitian yang kemudian, menunjukkan bahwa pengelompokan yang telah disusun CH Duman tersebut di atas, ternyata kurang tepat, sebab antara Dayak Kanayatn dan Ot Danum tidak menunjukkan hubungan yang dimaksud. Dari banyak segi misalnya wilayah , bahasa, populasi penduduk dan keragaman adat, Dayak Kanayatn tidak memiliki kaitan dengan Dayak Ot Danum.Dengan demikian pengelompokan suku Dayak di Kalimantan perlu dirumuskan ulang.

Nama Kendayan mulai dimusyawarahkan kembali supaya sesuai dengan istilah aslinya “Kanayatn” pertama kali dalam musyawarah adat Dayak Kanayatnsekecamatan Sengah Temila tanggal 23-25 Mei 1978, disusul dengan Musyawarah Adat I sekabupaten Pontianak (10 Kecamatan), tanggal 23-25 Mei 1985 di Anjungan, mulai saat itu publikasi dan penulisan istilah “Kendayan” dikembalikan ke istilah aslinnya “Kanayatn”, kemudian menjadi sebutan yang paling umum untuk menyebut suku Dayak yang berbahasa banana’ atau bahasa ahe.

Akan tetapi pengelompokan berdasarkan “bahasa banana’ ” ini pun belum sepenuhnya dapat diterima, sebabdalam kenyataannya, yang tergolong menggunakan kosa kata bahasa Kanayatn, bukan hanya dalam kelompok bahasa banana’, tetapi merupakan kelompok suku Dayak yang memiliki samaan kosa kata mencapai 95-98 % sama, juga termasuk kelompok ini, walaupun bahasanya bukan disebut bahasa banana’, misalnya banane’hanya mengalami lapalisasi yang berbeda sedikit saja. Perbedaan hanya pada hurup ‘a’(Kanayatn asli) berubah jadi ‘e’ (Kanayatn Banyuke), mungkin pengaruh bahasa Melayu. Di daerah lain, misalnya Samalantatn, ‘alapm’(asli) jadi “a:apm” (Kanayatn Bakati’ dan Sidik-Senakin).

B. Asal Usul dan Sejarah

Mengenai asal usul Dayak ada dua pendapat yang muncul, pertama, menyatakan bahwa suku Dayak berasal dari sekitar Cina Selatan. Pendapat ini dikemukakanbeberapa antropolog, diantaranya Van Heine Gildern, yang menyelidiki penyebaran kebudayaan kapak persegi, di daerah Cina Selatan, sungai Yang Tse Kiang, Mekhong dan Manan.

Pendapat lain, merupakan bantahan terhadap pendapat pertama, pendapat ini dikemukakan oleh para peneliti Dayak seperti JU Lontaan,Tambun Anyang,Cholchester dan lain-lain yang menyatakan bahwa suku Dayak tidak berasal dari tempat lain, tetapi memang penghuni asli pulau Kalimantan. Hal itu dibuktikan dengan temuan tengkorak manusia purba Homosapiens tahun 1968, (tergolong tengkorak homosapiens tertua) berusia lebih dari 35.000,dan temuan fosil manusia purba di gua batu Niah dekat Bintulu (Sarawak), menurut Colchester (1988), hal itu membuktikan di Borneo (Kalimantan) sudah terdapat manusia sejak 50.000 tahun silam. Menurut mereka kedua temuan di atas membuktikan bahwa suku Dayak telah menjadi penghuni pulau Kalimantan sejak zaman permulaan, sejalan dengan cerita rakyat tentang asal usulnya.

Mengenai asal usul Dayak Kanayatn diungkapkan oleh lebih dari 80 pamaliatn (dukun perobatan) dan tokoh masyarakat,diantaranya Musin, menyatakan bahwa Dayak Kanayatn berasal dari satu tempat yakni “gunung Bawang”. Hal itu dapat diketahui dari mitologitentang asal usul Dayak Kanayatn dalam ritual perobatan baliatn ketika sang pamaliatn memanjat batang tamania seolah-olah pergi ke gunung Bawakng dengan cara memanjat batang taman tersebut, karena diyakini sebagai tempat asal nenek moyang. Pendapat ini didukung dengan buktipohon buah-buahan seperti nangka, langsat, durian dan mentawa’ dan lain-lain, sebagai tanda bekas tembawang (bekas tempat tinggal).

Bukti sejarah tentang asal usul Dayak Kanayatn adalah dapat ditelusuri dari sebuah altarberbentuk persegi empat, yang terdapat di puncak gunung bawakng, ditengah-tengahnya ada batu bulat telur. Simbol ini diidentifikasi sebagai lingga Yonni atau phallus sembol penyembahan kepada dewa Syiwa. Bagi Dayak Kanayatn sebagai tanda kadiaman (tempat penyembahan). Hal ini menjadi petunjuk bahwa pada mulanya orang Dayak tinggal di sekitar gunung Bawang. Hal tersebut diperkuat dengan adanyabekas tembawang atau kampung, yang berkembang menjadi binua Kanayatn.

Kelompok lainnya membuka ladang dan mendirikan kampung-kampung di sekitar Samalantan, Pemangkat dan sekitarnya, kemudian mendirikan pusat pemukiman di daerah Sidiniang (Sangkikng sekitar) dan menyebar ke arah timur menuju Sompak dan Pakumbang, sebagian melanjutkan menyebar ke daerah Banyuke, Sidik (Senakin), Pahauman,menyusuri anak-anak sungai Landak, sampai ke muara sungai Landak. Penyebaran terjadi terutama untuk membuka lahan pertanian baru, mencari daerah-daerah subur dan karena perkawinan.

Penyebaran terjadi juga untuk menghindaripengayauan antar sesama Dayak dan peperangan dengan suku Melayu dan Cina. Penyebaran secara besar-besaran di Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Landak terjadi pada tahun 1967, dipimpin panglima laskar Dayak Kanayatn Rachmad Sahudin dalam upaya membantu pemerintah menumpas Pasukan Grilya Rakyat Sarawak (PGRS), Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang terkenal dangan peristiwa PGRS-Paraku. Etnis Cina di pedalaman Kalbar diusir karena dianggap kaki tangan PGRS-Paraku, disusul suku Dayak Kanayatn yang berpindah ke wilayah-wilayah dan kampung-kampung peninggalan Cinayang sebagian telah dibakar.

Suku Dayak Kanayatn di binua Ipuh pertama kali berjumlah lima orang, berasal dari daerah Mempawah Hulukira-kira tahun 1730 M. Mereka berpindah ke daerah Ipuh untuk membuka lahan pertanian, menyebut diri dengan Dayak Samaya’. Gelombang kedua menyusul setelah peristiwa politik,pada saat pengusiran etnis Cina dari desa Ngarak dan Kayu Tanam tahun 1967, kedua desa Cina tersebut ditempati oleh suku Dayak Kanayatn dari hulu dan daerah-daerah sekitarnya.

C. Kepemimpinan Masyarakat

Kepemimpinan adat dalam masyarakat perlu diketahui secara jelas, karena kehidupan agama suku sedikit banyak dipengaruhi oleh kebijakan pengurus adat. Pada Bagian ini yang akan dibahas adalah latar belakang kepemimpinan adat dan kepemimpinan adat tahun 1979 hingga sekarang.

a. Latar Belakang Kepemimpinan Adat

Sebelum masuknya pengaruh-pengaruh dari luar, masyarakat Dayak hidup di rumah panjang dan merdeka dalam wilayah adat kampungnya masing-masing. Setiap kampung dipimpin seorang kepala yang dianggap memiliki wibawa untuk memimpin masyarakat di bidang adat dan agama.Pola kepemimpinan tradisional ini barulah mulai dirubahzaman kesultanan Melayu yang dijajah oleh bangsa Belanda lambat laun menganggap wilayah Dayak menjadi wilayah kerajaannya.

Demikian pula di seluruh wilayah Dayak Kanayatn, pengaruh kekuasaan para sultan Melayu nampak dalam pembentukan-pembentukan daerah administratif, para temenggung diangkat para sultan untuk memimpin wilayah binua. Hanya Mangku dan Patih yang tidak diangkat oleh kesultanan Melayu, kedua jabatan ini didapat secara turun temurun, dengan sebutan “pangalima-pangalangok Mangku adalah seorang kepala daerah (setingkat raja), dan patih adalah kepala keamanan, menjadi pemimpin perang menghadapi musuh. Di bawahmangku dan patih adalah temanggung, yang menjabat sebagai kepala binua bertanggung jawab kepada Sultan. Temanggung membawahi singa, singa membawahi sura, sura membawahi jaga, jaga membawahi kepala kampung, kepala kampung membawahi kabayan, dan kabayan langsung berurusan dangan masyarakat.

Kepemimpinan Masyarakat Zaman Kerajaan Melayu

Mangku-Patih-Raja/Sultan

Temenggung


Singa


Sura

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline