Ketika kabar pembekuan izin TikTok di Indonesia menyebar, banyak pembaca menanggapi dengan pertanyaan sederhana: "Lalu apa yang akan terjadi?"
Namun, di balik keputusan administratif itu terhampar cakrawala kebijakan digital yang jauh lebih besar --- tentang siapa yang akan menjadi sasaran berikutnya, bagaimana negara memakai alat regulasi dalam dunia maya, dan apa posisi pengguna kecil di tengah perseteruan antar kekuatan teknologi dan pemerintahan?
Kasus TikTok bukan sekadar masalah antara negara dan perusahaan asing. Ia adalah titik belah yang membuka bab baru regulasi dunia digital Indonesia, dengan semua kontradiksi, potensi, dan bahaya yang menyertainya.
Dalam tulisan ini, saya ingin menelusuri makna pembekuan izin TikTok, menyelami bekas jejak regulasi Indonesia sampai ke masa kini, dan menyodorkan pertanyaan: siapa yang akan menjadi target berikutnya dalam gelombang penegakan hukum digital ini?
TikTok Dibekukan: Sebuah Tanda Bukan Sekadar Sanksi
Ketika Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memutuskan membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) milik TikTok Pte. Ltd, keputusan itu bukan hanya sanksi administratif semata.
Alasan pembekuan adalah karena TikTok menolak memberikan data yang diminta --- terkait aktivitas live streaming, trafik pengguna, serta nilai dan jumlah pemberian "gift" virtual pada masa tertentu.
Dalam surat resmi tertanggal 23 September 2025, TikTok menyatakan bahwa mereka tidak dapat menyerahkan data tersebut karena kebijakan internal perusahaan --- sebuah alasan yang menurut Komdigi melanggar Pasal 21 ayat (1) Peraturan Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2020.
Menariknya, meskipun izin dibekukan, aplikasi TikTok tetap dapat diakses oleh publik. Secara teknis, ini menimbulkan ironi: statusnya menjadi nonaktif sebagai PSE terdaftar, namun pengguna sehari-hari tetap menggunakan layanan itu seperti biasa.
Ini menunjukkan bahwa pembekuan izin di ranah digital tidak selalu sama dengan pemblokiran total --- lebih bersifat simbolik, administratif, dan sebagai tekanan politik.
Dari sudut pandang TikTok, mereka menyatakan menghormati regulasi di negara mana pun mereka beroperasi dan sedang berkoordinasi dengan Komdigi untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara konstruktif, sembari tetap berkomitmen melindungi privasi pengguna.