Lihat ke Halaman Asli

Livia Halim

TERVERIFIKASI

Surrealist

Bedah Kisah: "Petualangan Alice di Negeri Ajaib" (Bab 1)

Diperbarui: 11 Februari 2021   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Public Domain, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=629697

Hai, Kompasianer.

Apa kabar? Senang rasanya bisa kembali memplubikasikan tulisan di platform ini setelah 8 bulan hiatus. Di tahun yang baru ini, Saya memutuskan untuk 'membedah' kisah fiksi kesukaan saya sepanjang masa, yaitu Alice's Adventure in Wonderland (Pertualangan Alice di Negeri Ajaib) karya Lewis Carroll. Tentunya Kompasianer sudah tidak asing dengan kisah fantasi yang cantik dan sedikit gelap ini. Bagaimana tidak? Sejak pertama kali terbit pada tahun 1865 hingga saat ini, kisah ini mendapatkan apresiasi yang baik dari pembaca seluruh dunia dan telah diadaptasi ke dalam bentuk film, animasi, pertunjukkan teater, dan lain-lain.

Saya ingin mengajak Kompasianer untuk membaca buku Alice's Adventure in Wonderland bersama-sama dan membahas poin-poin penting yang menarik. Saya akan 'membedah' satu bab per artikel. Jadi, karena ini adalah artikel perdana, hari ini saya akan membedah bab 1, yang berjudul Down the Rabbit Hole. Jika Kompasianer tidak mengoleksi buku Alice, silakan mengakses kisahnya secara gratis di sini: http://www.gutenberg.org/files/11/11-h/11-h.htm. Untuk pengalaman membaca dan memahami yang optimal, silakan membuka link tersebut sekarang sambil membaca artikel ini.

Selamat menikmati!

Public Domain, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=629624

Sudut Pandang Orang Ketiga Serba Tahu

Sebelum masuk ke dalam alur, saya terlebih dahulu akan membahas sudut pandang yang digunakan dalam kisah ini. Jika Kompasianer masih asing dengan unsur sudut pandang dari sebuah kisah, silakan baca pembahasan rincinya di sini. Kisah Alice menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

Penggunaan sudut pandang ini memang merupakan pilihan yang tepat untuk kisah ini, karena segala hal yang berada dalam benak Alice berperan penting dalam kisah ini. Seandainya, sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga sebagai pengamat, tentunya pemahaman pembaca mengenai pola pikir Alice akan terhambat. Memang amat penting mempertimbangkan sudut pandang sematang mungkin ketika menulis kisah. Saya pribadi biasanya menyesuaikannya dengan kebutuhan konsep. Jika karakter utama merupakan sosok yang memiliki sisi batin gelap yang hendak dikuak di akhir cerita untuk memberikan efek kejutan, maka mungkin penggunaan sudut pandang yang bersifat serba tahu kurang cocok dipakai. Biar begitu, pada dasarnya tidak ada ketentuan khusus mengenai hal ini karena setiap karya fiksi pasti telah melalui proses unik di mana setiap unsurnya dipengaruhi oleh berbagai hal dalam kehidupan penulis, bukan hanya strategi konsep.

Saya rasa pemilihan sudut pandang yang digunakan dalam kisah Alice's Adventure in Wonderland berkaitan dengan asal mula kisah ini tercipta. Pada tahun 1862 (tiga tahun sebelum kisah ini terbit), Lewis Carroll mengarungi Sungai Thames (Inggris) di dalam perahu, bersama Alice Liddell (yang saat itu masih berusia 10 tahun) dan kedua saudara perempuannya. Pada kesempatan itu, Carroll pertama kali menceritakan kisah Alice yang kita kenal sekarang, kepada tiga anak perempuan ini. Akan terasa ganjil jika ia bercerita dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, padahal anak perempuan yang menginspirasi karakter utamanya ada di hadapannya saat itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline