---Ruang periksa dokter seharusnya menjadi tempat pasien merasa aman, terlindungi, dan dihormati. Namun apa jadinya jika ruang tersebut justru menjadi tempat pelecehan seksual yang terselubung dan tak terlihat? Sebuah kasus mengejutkan terjadi di Surabaya, saat seorang dokter kandungan diduga memasang kamera tersembunyi di ruang praktiknya untuk merekam pasien perempuan saat pemeriksaan berlangsung.
Tak hanya melanggar privasi, tindakan ini menunjukkan satu hal penting: pelecehan seksual tak memandang tempat, profesi, atau status. Bahkan sosok yang kita percaya---dengan gelar, jabatan, dan jas putihnya---bisa menjadi pelaku.
Ketika Kepercayaan Dikhianati
Dokter adalah salah satu profesi paling dihormati di masyarakat. Mereka menangani tubuh dan rahasia terdalam pasien. Namun, justru di titik inilah letak kerentanannya. Banyak pasien perempuan enggan melapor ketika merasa tidak nyaman dalam pemeriksaan karena takut dianggap berlebihan, atau bahkan tidak percaya diri menentang otoritas medis.
Dalam kasus ini, polisi menemukan bukti berupa rekaman yang diambil secara diam-diam, yang mengindikasikan bahwa sang dokter sudah melakukannya berulang kali. Publik terkejut---bukan hanya karena skalanya, tetapi karena ini dilakukan oleh seseorang yang secara etis seharusnya menjaga martabat pasien.
Pelecehan Tak Memilih Korban
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pelecehan seksual bisa menimpa siapa saja, tak peduli usia, latar belakang, atau tempat. Ruang medis, sekolah, rumah ibadah, bahkan rumah sendiri---semua bisa menjadi lokasi kejahatan jika pengawasan dan kesadaran publik rendah.
Terlebih, korban sering merasa disalahkan, dianggap "berlebihan", atau tidak berani melapor karena posisi pelaku yang dihormati. Hal ini memperparah trauma dan menambah panjang daftar kasus yang tidak tertangani.
Membangun Sistem Aman: Harus Dimulai Sekarang
Beberapa langkah krusial harus segera diperkuat:
SOP pendamping pemeriksaan: Pasien perempuan harus berhak ditemani oleh pihak ketiga saat pemeriksaan organ intim.