Lihat ke Halaman Asli

Lilik Ummu Aulia

Creative Mommy

Being Oneself as a Muslim is Not Crime

Diperbarui: 29 Januari 2022   04:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Presiden Perancis, Emmanuel Macron telah mengesahkan sebuah hukum yang mengkriminalisasi sebuah "conversion therapy" yang berupaya untuk mengubah orientasi seksual atau identitas gender L98TQ. Presiden Emmanuel Macron mendukung sebuah kampanye yang menyerukan "being oneself is not crime".

NHS England menjelaskan bahwa "conversion therapy"  kadang juga disebut sebagai "reparative therapy" atau "cure gay therapy", yaitu sebuah terapi yang bertujuan untuk "menyembuhkan" orang yang terindikasi memiliki orientasi "same-sex attraction".

Sungguh ironis kebijakan ini. Di satu sisi, kebijakan ini mengapresiasi sebuah tindakan untuk menjadi diri sendiri bukan termasuk tindak kriminal. Akan tetapi, di sisi yang lain, Perancis dengan berbagai kebijakannya masih terus mengecam dan mengkriminalkan warganya yang muslim ketika mereka ingin taat beribadah sesuai dengan ajaran agamanya.

Padahal, "being oneself" sebagai seorang muslim dengan menutup aurat secara sempurna di area publik "is not crime". Sebab, menutup aurat adalah ajaran Islam. Agama yang dianut oleh warga yang beridentitas muslim.

Warga muslim perancis terus ditekan hingga mereka mau menerapkan cara pandang Barat dalam kehidupan sosial. Padahal, bukankah "being oneself is not crime"? Selama interaksi masyarakat muslim ini tidak mengganggu  kehidupan sosial masyarakat, mengapa mereka harus dipaksa untuk meninggalkan ajaran-ajaran yang mereka anut.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Islam adalah agama mayoritas di negeri ini. Hanya saja, "being oneself as a muslim is not crime" juga tidak mudah diterapkan di negeri ini. Konon, muslim di negeri ini banyak mengalami persekusi. Padahal, mereka hanya ingin menjalankan ibadahnya sebagai seorang muslim. Konon, muslim di negeri ini dipaksa menerapkan moderasi beragama atas nama toleransi. Padahal, nafas moderasi beragama diambil dari cara pandang Barat dalam menafsirkan kehidupan ini.

Katanya, muslim yang notabene mayoritas di negeri ini melakukan tindak diskriminasi terhadap kelompok minoritas atas nama agama. Benarkah demikian?  Butuh sebuah hati dan kepala yang dingin untuk mencerna fakta dan propaganda yang beredar selama ini.

Wallahu a'lam bish showab




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline