Lihat ke Halaman Asli

Trisno Utomo

TERVERIFIKASI

China Merusak Ekosistem Terumbu Karang di Laut China Selatan

Diperbarui: 30 Desember 2015   15:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi : BBC"][/caption]Menkopolhukam Indonesia Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Indonesia bisa menjadi negara kedua di kawasan Laut China Selatan yang menantang klaim China atas seluruh wilayah di kawasan itu, termasuk kepulauan Natuna milik Indonesia. Ini terjadi jika China dan Indonesia tidak bisa menyelesaikan perselisihan wilayah itu lewat dialog. Luhut Panjaitan hari Rabu (11/11/2015) mengatakan Indonesia bekerja keras menyelesaikan isu itu dan berupaya mendekati China untuk membahas keprihatinan tentang klaim wilayah China yang kontroversial di Laut China Selatan (Kompas.com, 12/11/2015).

Namun kemudian Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, tidak pernah ada pihak yang mengklaim kepemilikan Kepulauan Natuna. Bahkan, China yang sebelumnya dikabarkan mengklaim Natuna sudah dengan jelas menyatakan bahwa kepulauan tersebut milik Indonesia. "Beberapa waktu lalu ada berita soal klaim Natuna. Itu sama sekali tidak benar," kata Retno dalam keterangannya kepada media massa di Kuala Lumpur, Jumat (20/11/2015). Kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna, lanjut dia, sudah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan tidak pernah ada keberatan dari pihak mana pun, termasuk China (Kompas.com, 21/11/2015).

Perusakan Terumbu Karang

Sementara itu, sengketa kepulauan Spratly di laut China Selatan masih terus memanas. Paling tidak ada tujuh negara yang terlibat. Tiga negara mengklaim penuh seluruh kepulauan Spratly (China, Taiwan, dan Vietnam). Tiga negara mengklaim sebagian (Malaysia, Filipina, dan Brunai Darussalam). Sedangkan Indonesia hanya mengklaim sebagian wilayah kepulauan Spratly ke dalam Zona Ekonomi Ekslusif 200 mil. Kabar terbaru, militer Vietnam sedang memperkuat diri untuk menghadapi kemungkinan konflik terburuk dengan China terkait sengketa tersebut.

Sedangkan China sendiri, menunjukkan sikap yang arogan di wilayah yang sebenarnya dikuasai oleh Filipina. Rupert Wingfield-Hayes dari BBC News (15/12/2015) melaporkan bahwa nelayan (ilegal) China sengaja menghancurkan terumbu karang dekat sekelompok atol yang dikuasai Filipina di Kepulauan Spratly, berlangsung siang dan malam, bulan demi bulan. Ketika diliput, setidaknya ada selusin kapal kecil yang berlabuh di perairan karang itu, dan terlihat adanya deretan panjang pasir dan kerikil yang berwarna putih di belakang kapal-kapal kecil tersebut.

[caption caption="Terlihat deretan berwarna putih memanjang di bagian belakang kapal-kapal kecil. Foto : BBC"]

[/caption]Mereka menambatkan kapal pada karang dan menghidupkan mesinnya dengan kencang, sehingga kepulan asap diesel hitam melayang ke udara. Dengan menggunakan baling-baling kapalnya, mereka memecah karang sehingga air menjadi keruh, penuh dengan debu dan pasir berwarna putih. Ketika dilihat dengan menyelam dari kejauhan, baling-baling baja itu berputar di ujung poros yang panjang, namun tidak mungkin diketahui persis bagaimana perusakan itu dilakukan. Walaupun demikian hasilnya jelas. Kehancuran total.

[caption caption="Kapal ditambatkan di karang, mesin dihidupkan, dan baling-baling kapal digunakan untuk memecah karang. Foto : BBC"]

[/caption]Perairan terumbu karang ini pernah menjadi ekosistem karang yang kaya. Sekarang dasar lautnya ditutupi oleh lapisan tebal puing-puing, jutaan fragmen hancuran karang, putih dan mati seperti hancuran tulang. Ke segala arah, kehancuran membentang, bertumpuk-tumpuk cabang karang yang berwarna putih hancur.

[caption caption="Dasar laut penuh ditutupi oleh lapisan tebal puing-puing jutaan fragmen hancuran karang. Foto : BBC"]

[/caption]Mengapa nelayan China, yang merupakan nelayan ilegal itu menghancurkan ekosistem karang seperti ini? Ternyata kemudian terlihat dua orang nelayan, memakai masker dan selang pernapasan panjang di belakangnya, sedang mengangkut sesuatu yang berat. Ketika mereka berjuang keatas lereng pasir di bawah laut, maka terlihat apa yang mereka bawa, kerang raksasa setidaknya berukuran 1m (3 ft). Mereka meletakkannya diperahu, yang disebelahnya sudah ada tiga ekor lainnya yang telah diangkat lebih awal. Kerang seukuran ini mungkin berusia 100 tahun, dan -seperti yang ditemukan kemudian di sebuah situs lelang internet - bisa dijual antara $ 1.000-$ 2.000 sepasang.

Selain kapal-kapal kecil, ada sekelompok kapal nelayan yang jauh lebih besar berlabuh di lepas terumbu karang. Ini adalah "kapal induk" bagi kapal-kapal kecil yang berada di terumbu karang tersebut. Di geladak kapal besar itu terlihat ratusan cangkang kerang yang ditumpuk tinggi. Di buritan setiap kapal, ada dua huruf Cina yang besar berbunyi : Tanmen. Tanmen adalah pelabuhan nelayan di pulau Hainan, Cina.

Ketika dikonfirmasi kepada seorang perwira korps marinir Filipina, mengatakan bahwa penghancuran karang tersebut telah berlangsung selama setidaknya dua tahun, siang dan malam. Ketika dikatakan kepadanya : "Anda pria bersenjata, kenapa anda tidak pergi ke sana dengan speedboat Anda dan mengusir atau menangkap mereka?" Jawabnya : "Itu terlalu berbahaya, kami tidak ingin memulai peperangan dengan Angkatan Laut Cina."

Semua ini membuktikan bahwa Pemerintah China melindungi nelayan ilegal. Pemerintah Beijing tampaknya tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan mereka. Nelayan ilegal tersebut sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan ketika kamera wartawan mensyuting mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline