Lihat ke Halaman Asli

Leonardo Siahaan

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia

Kritik Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 293 Ayat 2 KUHP

Diperbarui: 16 Desember 2021   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

pada hari Rabu 15 Desember 2021 Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan sebagian permohonan para pemohon Leonardo Siahaan ( Pemohon pertama ) dan Fransiscus  Arian Sinaga ( Pemohon kedua ) yang merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia. alasan para pemohon mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi " para Pemohon memiliki adik saudara sepupu perempuan karena para Pemohon tidak memiliki adik kandung perempuan, sehingga menjadi kekhawatiran para pemohon apabila adik saudara sepupu Pemohon menjadi korban percabulan dibawah umur " dan " apabila ketika para Pemohon sudah menjadi ayah dan sewaktu-waktu ada kejadian anak masing-masing para Pemohon mengalami korban percabulan "

selanjutnya Mahkamah Konstitusi memutuskan ketentuan bunyi frasa " Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang dikenai kejahatan itu " ( pasal 293 ayat 2 KUHP ) bisa dikatakan frasa tersebut berupa delik aduan absolute yang artinya hanya korban lah yang berhak melaporkan apa yang menimpa dirinya sebagai korban pencabulan, dengan adanya delik aduan absolute tersebut Mahkamah Konstitusi mengubah menjadi delik aduan relatif. Mahkamah Konstitusi berasalan: 

" faktor usia atau kedewasaan memiliki peran berkenaan dengan ada tidaknya laporan tersebut sebagai syarat formal untuk dapat ditindaklanjutinya suatu peristiwa pidana. Dalam hal ini, dalam batas penalaran yang wajar, bilamana korban dari tindak pidana adalah anak di bawah umur, anak di bawah umur dimaksud memiliki banyak keterbatasan untuk melaporkan peristiwa pidana yang dialaminya. Sehingga, sulit bagi proses penegakan hukum yang hanya mengandalkan untuk dilakukannya penyidikan terhadap laporan korban, in casu yang korbannya adalah anak di bawah umur yang secara pengetahuan, psikologis, dan lain-lain memiliki banyak keterbatasan, Mahkamah berpendapat untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh korban anak di bawah umur, di samping dapat dilaporkan atau diadukan oleh anak dimaksud, laporan atau pengaduan terhadap peristiwa pidana yang terjadi dapat pula dilakukan oleh orang tua, wali, atau kuasanya."

jadi dapat dikatakan adanya perluasan laporan dalam pasal 293 ayat 2 KUHP yang semula hanya korbanlah yang berhak melaporkan diubah bukan hanya korban saja yang dapat melapor akan tetapi orang tua korban, wali atau kuasanya dapat juga melapor. ini menjadi dilema dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut yang tentu saja dapat menimbulkan kebingungan bagi aparat penegak hukum dalam menegakan kasus pencabulan terhadap anak. dikarenakan pada UU Perlindungan Anak sendiri tepatnya dalam pasal 76E merupakan delik biasa. alasan ini lah yang menjadi dilemanya penerapan delik terhadap pelaku pencabulan terhadap anak

jangan sampai perbedaan delik antara putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 293 ayat 2 KUHP ( delik aduan relatif ) dengan UU Perlindungan Anak pasal 76E ( delik biasa ) menjadi hambatan dalam memberantas pelaku pencabulan terhadap anak




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline