Lihat ke Halaman Asli

Batapung Tawar, Tradisi Banjar yang Perlu Dilestarikan

Diperbarui: 28 April 2016   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tradisi daerah perlu dilestarikan di tengah masyarakat yang semakin berkembang. Tradisi dan budaya mampu menyentuh nilai luhur suatu bangsa, sedangkan teknologi yang semakin maju hanya sebagai jembatannya saja. Tradisi dan teknologi harus saling bersinergi dalam kehidupan bangsa ini.

Batapung tawar adalah salah satu tradisi masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan, yang sampai saat ini tetap dilestarikan. Apa itu batapung tawar? Batapung tawar bersal dari kata “tapung” (bahasa Indonesia: tepung) dan “tawar”. Kata “tapung” diambil dari bahan yang digunakan dalam tradisi batapung tawar, yakni tepung beras yang dicampur dengan air, sedangkan “tawar” diambil dari nama daun setawar. “Tawar” dalam bahasa Banjar bisa juga diartikan sebagai proses pengobatan. Contohnya dalam bahasa Banjar, “Sudah ditawari apa sakit gigitnya?” Maksudnya, “Sudah diobati apa sakit giginya?” Ternyata istilah “tepung tawar” ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lho.

Alat dan bahan batapung tawar adalah air yang dicampur dengan minyak likat baboreh. Minyak ini punya wangi yang khas. Alat lainnya adalah potongan daun pisang, daun kelapa, atau daun pandan, yang gunanya untuk memercikkan air ke badan.

Tradisi batapung tawar berasal dari tradisi umat Hindu dan Kaharingan (Dayak). Sebab itulah, banyak tradisi umat Hindu di Bali yang memercikkan air ke badan sebagai bagian dalam tradisi. Namun, sejak Kerajaan Banjar masuk Islam pada zaman Kerajaan Daha, tradisi yang bernuansa Hindu diakulturasikan dengan nilai-nilai Islam, bukan dimusnahkan. Inilah kebijakan pedatuan (istilah ulama Banjar terdahulu) dan Wali Songo di Nusantara. Tidak ada yang salah dengan tradisi umat sebelumnya, tapi perlu adanya akulturasi agar tetap terjaga keutuhan dalam bermasyarakat.

Dahulu tradisi batapung tawar diiringi dengan pembacaan mantra atau jampi-jampi. Sekarang tradisi ini diiringi dengan pembacaan shalawat, doa, dan ayat-ayat al-Qur’an. Jadi, tradisi batapung tawar lebih ditekankan kepada proses doa kepada Allah Swt. Tradisi tetap lestari, kehidupan religi tetap terjaga, dan tercipta kedamaian antarumat beragama.

Batapung tawar biasanya diadakan di setiap perayaan, seperti selamatan kelahiran anak, bamandi-mandi menjelang pernikahan atau saat hamil, baayun maulid, batasmiyah (pemberian nama anak), aqiqah, batindik (memasang anting pada bayi perempuan), dan sebagainya.

Saya paling suka menghadiri acara batapung tawar, khususnya acara selamatan kelahiran anak. Biasanya ada sajian berbagai macam kue khas Banjar. Ketahuan, deh, modusnya makanan. Tapi, saya teringat pengalaman terakhir menghadiri acara batapung tawar. Pengalaman yang membuat saya lihat-lihat dulu siapa saja yang hadir. Di tengah acara, tiba-tiba saya ditembak si empunya hajat, “Ainun, pimpin baca doa, ya.” Gubrak! Grogi sampai ke lutut rasanya.

Yuk, lestarikan tradisi daerah demi terwujudnya Indonesia yang berbudaya!

Jogja, 220416

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline