Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana News

TERVERIFIKASI

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Film "Bumi Manusia" dan Tafsir Kita yang Kadung Kreatif

Diperbarui: 10 September 2018   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan hadir dalam jumpa pers film Bumi Manusia, di Desa Gamplong, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Jawa Tengah, Kamis (24/5/2018).(Dokumentasi Falcon Pictures)

Sepertinya yang bisa "adil sejak dalam pikiran" hanya Minke dalam roman "Bumi Manusia". Selebihnya, kita, lebih mudah menafsir tinimbang (daripada) "bisa adil dalam perbuatan".

Bagaimana tidak, ketika Hanung Bramantyo yang menunjuk Iqbaal Ramadhan untuk memerankan Minke, roman Bumi Manusia sudah menuai masalah. Paling tidak, untuk pembaca buku-buku Pramoedya Ananta Toer dengan baris penggemar Iqbaal atau faktor-faktor eksternal lainnya.

Mbak Avy berpendapat, semakin banyak yg meragukannya justru pesonanya akan semakin kuat.

"Saya yakin dia calon aktor masa depan yang ingin menunjukkan kemampuan, daripada penampilan," lanjutnya.

Dari segi strategi pemasaran, misalnya, bagi Stevan, alasan pemilihan Iqbaal yang notabene idola para remaja saat ini, sebagai tokoh utama film "Bumi Manusia" tentu bisa dipahami.

Namun tidak hanya berhenti di sana. Wijatnika Ika membuat surat terbuka kepada Iqbaal. Inti dari surat terbuka itu: Minke merupakan representasi tokoh nasional yang sangat penting bagi Indonesia saat benih-benih nasionalisme mulai tumbuh.

"Maka memerankan Minke bukan pekerjaan sembarangan karena beliau adalah tokoh nasional sekaligus tokoh dunia," tulis Wijatnika Ika kemudian.

Pro dan kontra adalah keniscayaan dalam setiap ekranisasi. Begitu Zainurrakhmah membuka tanggapan atas surat terbuka sebelumnya.

Namun yang ditegaskan dalam surat balasan tersebut adalah "jika kalian menanyakan apakah Iqbaal bisa memahami Bumi Manusia, saya akan beri sedikit informasi. Dua tahun lalu, Iqbaal sudah membaca Bumi Manusia karena itu salah satu buku bacaan wajib sekolahnya di Amerika. Saya tidak yakin sekolah-sekolah di Indonesia sekarang ini mewajibkan hal yang sama. Wahai senior, paling tidak Iqbaal selangkah lebih maju mau membaca dibandingkan teman-teman segenerasinya."

***

Menurut Muhammad Mustaqim kreativitas itu harus menjadi bagian dari upaya menghidupkan karya monumental yang pernah dimiliki anak bangsa ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline