Era saling menyalahkan antara dokter dan apoteker sudah tutup buku, terkait dengan penggunaan obat antibiotik yang tidak rasional dan bijak. Muncul kesadaran bersama dari dokter dan apoteker untuk menjaga kesehatan masyarakat lewat penggunaan antibiotik yang aman, bijak serta rasional.
Mariyatul Qibtiyah, Ketua Komite Pengedali Resistensi Antimikroba mengungkapkan hal tersebut kepada penulis di sela-sela acara temu Blogger Kesehatan, belum lama ini di Yogya yang diselenggarakan Kemenkes. Mariyatul menceritakan pengalamannya saat melakukan sosialisasi atau kampanye penggunaan antibiotik secara rasional kepada tenaga medis.
Dirinya pernah mendapat keluhan dari dokter yang terkesan menyalahkan apoteker. Kebetulan dirinya merupakan seorang apoteker. Inti cerita apoteker diprotes karena menjual antibiotik kepada masyarakat tanpa resep dari dokter.
Protes seorang dokter terkait dengan pengakuan pasien saat diperiksa dan ditanya, obat apa yang sudah diminum. Pasien menjawab dan bercerita jika obat antibiotik dibeli dari apotik tanpa resep dari dokter.
Kegalauan muncul dari dokter yang kerap mendapat tudingan memberikan obat antibiotik secara tidak bijak sementara masyarakat dengan mudah masyarakat membeli obat antibiotik di apotik tanpa resep dokter. Dan dokter kerap mejadi pihak yang disalahkan terkait pemberian antibiotik yang tidak bijak.
Hal ini tidak lepas dari perasaan khawatir yang dialami dokter manakala pasien yang datang dengan gejala panas. Namun tiga hari kemudian pasien tidak datang lagi untuk melakukan pemeriksaan. Padahal panas yang dialami bukan penyakit tetapi gejala atau symptom suatu peyakit. Kekhawatiran akan semakin bertambah jika akhirnya dokter mengetahui keadaan pasien, datang dengan kodisi menderita infeksi yang sudah berat atau parah.
Hal ini yang membuat dokter tidak tenang jika pasiennya tidak kembali untuk pemeriksaan ulang. Untuk menghilangkan khekawatiran itu tidak sedikit dokter yang langsung memberikan antibiotik.
Sosialisasi terkait semakin mengkhawatirkan penggunaan antibiotik tidak rasional yang dapat mengakibatkan masalah resistensi terhadap obat antibiotik. Dokter kini menyarankan ke pasien melakukan pemeriksaan darah di laboratorium guna memastikan penyebab penyakit pasiennya.
Era saling menyalahkan sudah selesai. Mariyatul menginformasikan jika di beberapa daerah sudah muncul kesepakatan atau deklarasi bersama antara dokter dan apoteker. Contohya, belum lama ini di Lombok tercapai kesepakatan antara dokter dan apoteker lewat sebuah deklarasi yang initinya tidak menjual atau memberi antibiotik tanpa resep dari dokter.
Andai hal ini dapat dilakukan di seluruh daerah maka akan muncul kesadaran masyarakat bahwa membeli antibiotik di apotik tanpa resep itu tidak diperbolehkan. Kenapa? Karena mengkonsumsi obat secara tidak bijak dan tanpa pengawasan dokter, membuat beberapa penyakit resisten terhadap antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak bijak akan membuat bakteri resisten terhadap antibiotik.
Ketua Komite Pengedali Resistensi Antimikroba yang giat mengkampanyekan penggunaan antibiotik secara bijak menginformasikan sudah ada regulasi atau aturan dalam penggunaan antibiotik. Diantaranya regulasi yang menyebutkan bahwa antibiotik merupakan obat keras yang penggunaanya harus dengan resep dokter.