Lihat ke Halaman Asli

Kelik Novidwyanto

Penulis lepas; Pegiat di Komunitas Disambi Ngopi; Birokrat

Generasi Stroberi: Indah di Luar, Rapuh di Dalam

Diperbarui: 22 Februari 2025   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pola asuh yang overprotektif menjadi pemicu lahirnya "generasi stroberi" (Sumber: Pixabay)

Tau buah stroberi? Sebesar anggur, berwarna kemerahan. Biasanya disajikan bersama dengan kue tart atau makanan pencuci mulut. Bentuknya memang indah, menarik. Tetapi jangan sekali-kali menekannya terlalu kuat. Buah ini mudah rusak saking rapuhnya.

Ilustrasi buah stroberi ini menjadi gambaran suatu generasi yang tampak cemerlang dari luar tetapi rapuh saat menghadapi tekanan atau tantangan.

Istilah Generasi Stroberi (Strawberry Generation) pertama kali muncul di Taiwan (1990-an), menggambarkan generasi muda yang "lunak" dibanding generasi sebelumnya. Mulai diperkenalkan secara luas oleh seorang jurnalis dan penulis Taiwan, Wu Ruojun pada awal tahun 2000-an.

Wu menggunakan istilah ini untuk menggambarkan generasi muda Taiwan yang tumbuh dalam kondisi ekonomi yang lebih baik, tetapi kurang memiliki ketahanan mental dan fisik dibandingkan generasi sebelumnya.

Seiring waktu, istilah ini meluas ke berbagai negara, terutama di Asia, untuk menggambarkan anak muda yang dianggap lebih manja, tidak tahan kritik, dan cenderung mencari kenyamanan dalam hidup mereka.

Gambaran Generasi Stroberi

Gambaran Generasi Stroberi di Indonesia bisa dilihat dari beberapa aspek kehidupan sosial, pendidikan, dan dunia kerja. Dari gambaran sesuai 3 (tiga) aspek itu, kita dapat melihat bagaimana rapuhnya generasi ini:

1. Dunia Kerja

Ciri pertama generasi stroberi di dunia kerja biasanya ditunjukkan dari sikap reaktifnya yang "cepat resign dan sulit bertahan di tempat kerja".

Banyak perusahaan di Indonesia mengeluhkan bahwa anak muda, terutama Gen Z, lebih mudah menyerah jika merasa tidak cocok dengan lingkungan kerja atau tidak mendapat apresiasi. Istilah "quiet quitting" (bekerja seperlunya saja) juga cukup populer di kalangan mereka.

Kemudian ciri keduanya, mereka "senang mencari kenyamanan dan fleksibilitas". Generasi ini lebih memilih pekerjaan yang fleksibel, seperti freelance, remote work, atau content creator, daripada pekerjaan kantor yang menuntut kedisiplinan ketat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline