Lihat ke Halaman Asli

Reza Fahlevi

Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

Pilkada dan Harapan Masyarakat Indonesia

Diperbarui: 8 Oktober 2020   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: lsisi.id

Hiruk Pikuk Ramainya perayaan Pesta Demokrasi di Indonesia yakni PILKADA atau Pemilihan Kepala Daerah kurang dari tiga bulan sejak rulisan ini tayang. 

Pilkada kali ini terasa amat sangat berbeda dari sebelumnya. Mengapa demikian karena pilkada saat ini tengah akan dilaksanakan di dalam Masa Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum mereda dalam jumlah angka penurunan kasusnya. 

Namun tanpa menghilangkan rasa khidmat yang sesungguhnya Pilkada akan tetap dilaksanakan sebagai optimalisasi pergantian pemimpin daerah yang mana masa jabatannya sudah berakhir.

Tatkala Pilkada dilaksanakan di tengah Pandemi Covid-19 tentu sebetulnya menimbulkan pro dan Kontra di tengah Masyarakat. 

Pantas saja ada sebagian elemen masyarakat yang menolak dilaksanakannya Pilkada di tengah Pandemi, pun tidak sedikit juga elemen masyarakat yang mendukung penuh akan dilaksanakannya pilkada, mengingat sudah banyak pemimpin daerah yang habis masa jabatannya dalam periodesasi hari ini. 

Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pemersatu serta pembaharu pemimpin bagi daerah.

Pemilu atau dalam hal ini termasuk juga Pilkada, yakni merupakan suatu produk dari model demokrasi prosedural yang menekankan eksistensi demokrasi pada pengaturan metode berkompetisi untuk menjadi pemimpin politik (Schumpeter, 1976). 

Konsep ini kemudian mendominasi pemikiran tentang demokrasi, sekaligus menyederhanakan bahwa demokrasi adalah hanya terkait  metode, yang kemudian menghasilkan variable baru kajian demokrasi bernama demokrasi elektoral. 

Pemilihan umum dalam hal ini pilkada yang bersifat terbuka, bebas dan berkala, menjadi arena satu-satunya untuk memastikan adanya kesetaraan politik dengan konsepsi "one man, one vote". 

Instrumen demokrasi diarahkan untuk menyiapkan regulasi, lembaga, dan perangkat lainnya untuk dipastikan supaya kesetaraan politik tersebut terwujud. 

Selain itu, sebagai alat untuk memberikan legitimasi, instrumen demokrasi ini juga diarahkan sebagai penciptaan kebebasan dan pengakuan hak-hak sipil sebagai dua pilar penting yang menjamin tegaknya mekanisme perwakilan yang akan mewujudkan aspirasi individu menjadi kebijakan publik. Itu semua berlangsung dengan terbuka dan partisipatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline