Jokowi Arahkan Dukungan Prabowo-Gibran Dua Periode, Prematur atau Rasional?
"Keputusan politik yang baik lahir dari evaluasi, bukan hanya arahan."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Apakah arahan Jokowi sebagai mantan presiden, seharusnya langsung diterjemahkan menjadi dukungan dua periode? Pada 21 September 2025, Kompas.com melaporkan bahwa Mantan Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada relawan Projo terkait pasangan Prabowo-Gibran. Berita ini relevan karena menimbulkan pertanyaan tentang batas pengaruh politik mantan pemimpin terhadap aspirasi publik yang seharusnya bebas menilai.
Bagaimana peran relawan ketika arahan datang dari figur yang sudah mundur dari jabatan formal? Fredy Damanik, Wakil Ketua Umum Projo, menyebut bahwa dukungan terhadap Prabowo-Gibran sudah berlangsung sejak Pilpres 2024. Namun secara kritis, arahan ini dapat memunculkan pertanyaan: apakah dukungan itu lahir dari aspirasi publik atau lebih sebagai instruksi tokoh berpengaruh?
Mengapa sorotan publik begitu besar? Penulis tertarik menelaah arahan ini karena menimbulkan dilema antara loyalitas politik dan prinsip demokrasi. Analisis ini penting untuk menilai bagaimana kesinambungan kebijakan dapat dijaga tanpa mengurangi evaluasi publik dan proses demokratis.
1. Arahan Mantan Presiden: Panduan atau Tekanan?
Fredy Damanik menegaskan bahwa arahan Mantan Presiden Jokowi adalah untuk mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Positifnya, arahan ini dapat menjaga kesinambungan pembangunan. Namun, dari perspektif kritis, arahan ini bisa dianggap membatasi kebebasan relawan dalam menilai kinerja pemerintahan. Pesan tersiratnya: loyalitas politik harus diseimbangkan dengan akuntabilitas publik.
Relawan yang aktif sejak Pilpres 2024 memang menunjukkan komitmen jangka panjang. Tapi apakah dukungan itu lahir dari aspirasi atau instruksi tokoh berpengaruh? Refleksi: politik modern membutuhkan keseimbangan antara kesinambungan program dan ruang demokrasi bagi relawan.