Lihat ke Halaman Asli

Karnita

TERVERIFIKASI

Guru

Hidup dengan Luka Sunyi, Siapa Peduli Abdurohman?

Diperbarui: 13 September 2025   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Abdurohman (40 tahun) warga Benteng Kota Sukabumi mengidap penyakit kulit langka | Foto : Asep Awaludin/Sukabumi update.com 

Hidup dengan Luka Sunyi, Siapa Peduli Abdurohman?

"Kerapuhan sosial seringkali bukan hanya soal sakit fisik, melainkan juga soal keterabaian."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah pernah terbayang hidup dengan tubuh yang penuh benjolan mirip kutil sejak kecil hingga dewasa? Begitulah nasib pilu yang dialami Abdurohman, warga Sukabumi, sebagaimana diberitakan Pikiran Rakyat (28 Agustus 2025) dengan judul “Nasib Pilu Abdurohman, Warga di Sukabumi yang Hidup dengan Kelainan Kulit Berupa Benjolan Mirip Kutil.” Berita ini menggugah empati kita sekaligus menampar kesadaran tentang makna kesehatan, identitas, dan keberpihakan sosial.

Di tengah hiruk pikuk isu politik dan ekonomi nasional, kisah Abdurohman menghadirkan wajah lain dari realitas bangsa. Ia menunjukkan bahwa masih ada warga negara yang terperangkap dalam lingkaran sakit, miskin, dan terpinggirkan. Relevansi kasus ini sangat nyata karena menyentuh tiga isu penting: hak kesehatan, hak identitas, dan hak hidup bermartabat.

Saya tertarik menuliskan ini bukan sekadar sebagai kisah kemanusiaan, tetapi juga sebagai cermin kondisi sistem sosial kita. Mengapa kasus seperti ini selalu terungkap setelah ramai di media sosial? Mengapa intervensi baru dilakukan setelah masyarakat bersuara? Pertanyaan-pertanyaan ini penting diajukan sebagai refleksi kolektif bangsa.

1. Kondisi dan Keseharian Abdurohman

Kehidupan sehari-hari Abdurohman menggambarkan bagaimana kemiskinan dan penyakit bisa melilit seseorang hingga terasing dalam rumahnya sendiri. Ia hidup bersama sang ayah, Hamdan (70), dalam kondisi ekonomi terbatas, tanpa jaminan sosial memadai. Selama bertahun-tahun, keberadaannya seolah tersembunyi, bahkan dari radar aparat dan kader posyandu setempat.

Di sinilah muncul kritik sosial penting: mengapa sistem pendataan dan perlindungan sosial kita seringkali tidak menyentuh yang paling rentan? Kader hanya mencatat berdasarkan kepala keluarga tanpa menelusuri kondisi anggota keluarga. Hasilnya, Abdurohman tidak pernah masuk daftar penerima bantuan secara efektif, padahal kondisinya sangat layak mendapat perhatian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline