Domino, Publik, dan Integritas Kekuasaan
"Kepercayaan publik dibangun dengan kejelasan, bukan kebetulan."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Apakah sebuah permainan sederhana bisa mengubah citra seorang pejabat tinggi negara? Pertanyaan ini mendadak menyeruak setelah foto Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni viral pada Minggu, 7 September 2025, melalui laporan SerambiNews berjudul “Menteri Kehutanan Raja Juli Main Domino dengan Tersangka Pembalakan Liar, Langsung Klarifikasi”. Peristiwa itu bukan sekadar potret santai, melainkan fragmen kecil yang mengguncang kepercayaan publik.
Bayangkan, di tengah isu deforestasi yang tak kunjung reda, publik melihat seorang menteri duduk satu meja dengan tersangka pembalak liar. Momentum ini tak hanya melahirkan pertanyaan etis, tetapi juga menguji komitmen negara dalam menegakkan hukum kehutanan. Dari sinilah urgensi klarifikasi menjadi penting, bukan semata demi reputasi pribadi, melainkan juga demi menjaga marwah institusi.
Sebagai penulis, saya tertarik membedah fenomena ini karena ia menunjukkan betapa rapuhnya persepsi publik jika tidak segera diluruskan. Klarifikasi Raja Juli membuka ruang refleksi: bagaimana komunikasi pejabat publik semestinya dikelola, bagaimana integritas dipertahankan, dan bagaimana relasi kuasa tidak jatuh dalam jebakan simbolik yang melemahkan kredibilitas kebijakan.
1. Sebuah Foto, Seribu Tafsir
Sebuah foto yang viral di media sosial bisa lebih kuat daripada seribu kata pidato. Publik yang melihat Raja Juli duduk bersama tersangka pembalak liar otomatis mengaitkannya dengan isu integritas dan keberpihakan. Meski Raja Juli mengaku tak mengenal sosok Azis Wellang, narasi yang telanjur terbentuk sulit diredam begitu saja.
Fenomena ini memperlihatkan betapa citra pejabat publik sangat rentan terhadap tafsir liar. Dalam era digital, persepsi lebih cepat dibentuk daripada klarifikasi. Inilah mengapa setiap interaksi seorang pejabat harus mempertimbangkan risiko simbolik yang bisa mengganggu kredibilitas.