Lihat ke Halaman Asli

Fatwa Baru MUI: Haram Hukumnya bagi Orang Kaya Membeli Premium

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian ESDM sepertinya sudah kehilangan akal sehat atau memang tak mampu lagi menyediakan pasokan bahan bakar dengan harga terjangkau untuk memenuhi kebutuhan energy rakyat negeri ini., sehingga harus menggandeng (baca :memperalat MUI) untuk ikut mengurusi tugas-tugasnya.

Kabar Malam TV One pukul 24.00 tadi malam mengabarkan bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa terbaru yang menyatakan bahwa haram hukumnya bagi orang-orang kaya (mampu) membeli premium. Alasannya, tentunya setelah membuka berbagai ayat Al Quran dan hadits, orang kaya yang membeli premium dapat diaktegorikan mengambil hak orang lain (orang miskin).

Premium adalah BBM bersubsidi yang diperuntukkan bagi kalangan tidak mampu. Sehingga, dengan membeli dan menggunakan premium bersubsidi itu, orang kaya telah bertindak mengambil hak-hak orang miskin.

Masalah
Akan efektifkah fatwa MUI ini mempengaruhi sikap orang-orang kaya di negeri ini? Pertanyaan ini penting karena alasan berikut:

Dasar pengharaman yang digunakan MUI dapat dianggap abu-abu. Membeli, kok dianggap merampas hak orang lain. Bukankah dalam jual beli itu, soal status ekonomi manusia yang terlibat di dalamnya tidak dipersoalkan oleh agama? Dengan demikian, sulit untuk mengharapkan (kecuali atas dasar kesadaran diri yang begitu tinggi) ada orang yang akan menghindari membeli premium karena ancaman haram itu.

Berikutnya, semua umat beragama di manapun di dunia ini sudah tahu bahwa mengambil hak orang lain (sikaya mengambil hak orang miskin) adalah perbuatan salah. Jika semua umat beragama di republic ini patuh pada ajaran agamanya, maka Indonesia ini pasti sudah terbebas dari penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme. Faktanya, ceramah agama sudah sangat over dosis di negeri ini tetapi beragam tindakan amoral justru tidak menyusut.

Dalam konteks penggunaan BBM, kecil kemungkinannya akan ada orang yang secara sadar dan sukarela mau melepaskan hak-haknya mendapat subsidi. Karakter dasar manusia umumnya, rela memosisikan diiinya sebagai orang biasa/wong cilik jika akan berpeluang mendapat keuntungan (merendah untuk kesuksesan adalah filosofinya).

Hanya ketika menyangkut gengsi social (pengakuan akan jatidiri) seseorang malu mengakui kemiskinan, kebodohan, dan kekurangcakapannya. Mengingat BBM bertemali dengan keuntungan ekonomi, bukan gengsi, maka kecil pula kemungkinan fatwa itu akan dipatuhi, karena kebanyakan orang akan berlomba-lomba mengaku masih pantas mendapat bantuan subsidi, toh dia juga warga negara yang memiliki hak hidup dan berusaha yang sama dengan warga negara lainnya.

Alih-alih sukses mengatasi masalah krisis energy, jangan-jangan fatwa ini hanya akan mubazir dan jadi bahan “guyonan” seperti fatwa-fatwa “aneh” MUI sebelum-sebelumnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline