Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Review “The Taking of Deborah Logan” dan Insidious Chapter 3: Menghidupkan Kembali Horor Klasik?

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Cara bertutur Adam Robitel ketika menggarap The Taking of Deborah Logan menggunakan nuansa dokumenter bukan hal yang baru untuk membuat sebuah film horor. The Blair Witch Project (1999) adalah pelopor di mana penonton mengikuti kamera yang dibawa salah satu pelaku dalam film itu seolah-olah berada di tempat kejadian menakutkan. Teknik sinematografi seperti ini kemudian teknik film gaya reportase ini berlanjut seperti dalam film (serial) Paranormal Activity, serta Quaratine, Rec, serta Pyramid (2014) dan sejenisnya. Ada yang menyebut cara bertutur seperti ini sebagai found footage movie atau mokumenter.

 

Ceritanya Mia Medina (Michelle Ang) ingin membuat penelitian medis tentang penderita penyakit Alzheimer dengan film dokumenter. Obyek yang diteliti adalah ibu tua bernama Deborah Logan (Jill Larson) yang tinggal bersama anaknya Sarah (Anne Ramsay). Pada lima belas menit pertama nyaris tidak ada hal yang aneh, kamera merekam kegiatan ibu tua itu mulai di kamar tidur, bercakap-cakap, berkebun. Juga diceritakan latar belakang Deborah yang punya bisnis penerima pesan radio ketika masih muda 1970-an. Kepikunan Deborah diperlihatkan misalnya dia pernah lupa pergi ke Jerman. Digambarkan Deborah seorang yang punya hobi melukis. Bila penonton tidak jeli maka akan melewati detail apa yang digambarkan Deborah pada lukisannya merupakan klu pertama memecahkan misteri dalam film ini.

 

Deborah tiba-tiba mengamuk ketika kehilangan sekop, melukai diri sendiri, berkebun di malam hari yang tidak lazim dialami penderita alzheimer. Tim peneliti yang berupaya berpijak pada rasionalitas dan kaidah ilmiah mulai runtuh ketika menemukan indikasi bahwa Deborah kerasukan ruh seorang pelanggannya bernama Henri Desjardin yang menjadi tersangka pembunuhan empat orang gadis pada 1970-an. Sampai di tengah cerita sekilas sang sutradara terpengaruh film horor klasik 1970-an The Exorcist dengan sentuhan Paranormal Activity, tetapi ternyata tidak.

 

Cerita bergulir ketika Deborah tak terkendali, dilarikan ke rumah sakit lokal, ia kabur membawa seorang gadis cilik penderita leukemia yang mengarah bahwa ini adalah perilaku dari ruh Henri yang ingin meneruskan hobinya membunuh gadis-gadis dan itu berhubungan dengan ritual pemujaan iblis. Pertanyaannya apakah ruh yang merasuki Deborah itu hanya sekadar ruh jahat yang psikopat, pemuja iblis atau dia punya tujuan lain? Ending inilah yang membuat The Taking of Deborah Logan punya nilai lebih dan misteri sebenarnya yang hendak diungkap. Saya bergidik di scene terakhir ketika tim peneliti melakukan reportase terakhir mewawancarai seseorang yang menjadi kunci apa yang dikehendaki ruh Henri sebenarnya ketika merasuki Deborah. Jauh lebih mengerikan.

 

Dibandingkan Insidious Chapter 3, The Taking of Deborah Logan jauh lebih menakutkan dan lebih tidak tertebak plot ceritanya. Insidious Chapter 3 sebetulnya juga menarik, sama-sama bertutur tenatng ruh jahat yang hendak mengambil tubuh manusia hidup. Cerita prequel dari dua film Insidious lainnya bertutur tentang seorang gadis remaja bernama Quinn Brenner (Stefanie Scott) yang ingin berbicara dengan ruh ibunya. Dia kemudian menghubungi cenayang Elise Rainner (Linn Shaye). Elise mulanya tak mau menolong, namun kemudian akhirnya bersedia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline