Menjadi seorang caregiver atau pendamping bagi orang yang kita cintai bukanlah hal baru bagi saya.
Peran ini sudah saya lakoni sejak saya masih kecil, ketika saya dan keluarga harus mendampingi nenek, yang biasa saya panggil Enin, di kediaman kami di Buah Batu, Kota Bandung.
Enin adalah sosok yang sangat berharga bagi saya, ibu dari ibu saya, yang pada masa tuanya menghadapi tantangan besar, demensia.
Penyakit ini membuat ingatan Enin sering kali hilang timbul. Contoh yang paling saya ingat adalah ketika kami mengajak beliau jalan-jalan ke kampung halaman ayah saya di Cicalengka.
Kami baru saja tiba, tetapi tiba-tiba Enin berkata, "Sudah lama ah, ingin pulang ke Bandung katanya." Padahal, kami baru saja sampai beberapa jam sebelumnya.
Menghadapi situasi seperti ini, saya belajar banyak hal, terutama tentang kesabaran. Saya harus selalu telaten, menjelaskan dengan lembut, dan menemani beliau tanpa pernah merasa lelah.
Peran saya sebagai caregiver terus berlanjut hingga kini, bahkan setelah Enin tiada, karena nilai-nilai yang saya pelajari dari beliau terus hidup.
Kini, saya sudah memasuki usia jelang 50 tahun dan menjadi seorang ayah dari tiga anak laki-laki. Pengalaman saya mendampingi Enin mengajarkan saya bahwa peran ini sangat penting dan tidak boleh terputus.
Saya dan istri bertekad untuk mewariskan nilai-nilai ini kepada ketiga putra kami. Kami ingin mereka menjadi caregiver yang peka, peduli, dan penuh kasih, tidak hanya untuk kami di masa depan, tetapi juga untuk lingkungan di sekitar mereka.
Kami percaya, inilah salah satu cara terbaik untuk mendidik mereka menjadi manusia seutuhnya.
Mendefinisikan Caregiver untuk Anak-anak