Setiap orang pasti memiliki momen yang terasa begitu istimewa, begitu langka, seolah takkan terulang lagi. Momen yang sering disebut sebagai "One in a Million Moment". Bagi sebagian orang, itu mungkin saat memenangkan undian, bertemu idola, atau melakukan perjalanan ke tempat yang eksotis.
Namun, bagi saya, makna "One in a Million Moment" jauh lebih sederhana, lebih dalam, dan lebih personal. Ini bukanlah tentang keajaiban yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan tentang perjalanan hidup itu sendiri, sebuah proses yang penuh kejutan dan anugerah.
Sejak kecil hingga detik ini, saya menyadari bahwa hidup saya dipenuhi oleh serangkaian "One in a Million Moment" yang tak terduga. Momen-momen ini terus hadir bukan karena saya merencanakannya, melainkan karena hal-hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya tiba-tiba menjadi nyata.
Jika saya merenung, saya menemukan benang merah dari semua keajaiban ini: itu semua adalah buah dari kerja keras dan doa tulus orang-orang yang paling saya cintai, yaitu kedua orang tua saya. Mereka, yang kini sudah tiada, adalah arsitek tak terlihat dari perjalanan hidup saya.
Saya hanyalah anak desa, lahir dari keluarga petani sederhana. Latar belakang saya tidak menjanjikan kemewahan atau kemudahan. Masa kecil saya dihabiskan dengan membantu orang tua di sawah, belajar dari alam, dan berinteraksi dengan kesederhanaan.
Harapan terbesar saat itu hanyalah bisa makan, sekolah, dan hidup layak. Tidak ada mimpi yang muluk-muluk. Namun, di balik kesederhanaan itu, ada pondasi kuat yang dibangun oleh orang tua saya yakni ketekunan, kejujuran, dan yang paling penting, doa.
Mereka mungkin tidak pernah mengatakan secara eksplisit bahwa mereka mendoakan saya setiap hari, tetapi saya yakin, doa-doa itu selalu terucap dalam setiap sholat, dalam setiap sujud, dan dalam setiap tarikan napas mereka.
Doa seorang ibu dan ayah adalah kekuatan luar biasa yang tak bisa diukur. Mereka memohon kepada Allah SWT agar anak-anaknya diberikan jalan yang lapang, rezeki yang berkah, dan kehidupan yang baik.
Masa Remaja dan Perjuangan
Masa remaja saya adalah masa penuh tantangan. Saya melihat banyak teman sebaya menyerah pada keadaan, memilih jalan pintas, atau sekadar berdiam diri dalam zona nyaman.
Tapi saya teringat akan wajah kedua orang tua saya. Wajah lelah mereka sehabis bekerja di ladang adalah pengingat bahwa saya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Saya harus berjuang lebih keras. Saya tidak punya modal materi, tapi saya punya modal semangat yang takkan pernah habis, semangat yang disuntikkan oleh orang tua saya.