Di halaman Masjid Besar Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berdiri kokoh sebuah pohon beringin yang usianya diperkirakan sudah lebih dari setengah abad. Pohon ini bukan sekadar tumbuhan biasa, ia adalah saksi bisu perjalanan waktu, sebuah penanda era yang kini telah berlalu. Hari ini, Ahad (4/5/2025), pemandangan tak biasa terlihat di sekitar pohon beringin itu. Beberapa petugas dengan peralatan lengkap tampak sibuk memangkas dahan dan rantingnya.
Bagi sebagian orang, pemangkasan ini mungkin terlihat seperti tindakan rutin perawatan pohon. Namun, bagi Pak Sobari (61) seorang penjaga parkir setia di Masjid Besar Cicalengka, ada cerita yang lebih dalam di balik pemangkasan ini. Sambil mengawasi kendaraan yang keluar masuk area masjid, Pak Sobari bercerita tentang sejarah pohon beringin ini.
Menurutnya, pohon beringin ini ditanam sekitar 60 tahun yang lalu, tepatnya pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, era yang dikenal sebagai Orde Baru. Penanaman pohon ini berbarengan dengan pembangunan Masjid Besar Cicalengka, sebuah proyek yang didanai oleh Yayasan Amal Bakti Pancasila, sebuah yayasan yang berada di bawah naungan Presiden Soeharto kala itu.
Keberadaan pohon beringin ini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Masjid Besar Cicalengka. Dengan akar yang kuat mencengkeram tanah dan dahan yang rindang menaungi sebagian halaman masjid, pohon ini memberikan kesejukan dan keteduhan bagi para jamaah dan warga sekitar. Ia menjadi tempat berteduh dari terik matahari dan tempat beristirahat sejenak setelah beraktivitas.
Namun, seiring berjalannya waktu, pertumbuhan pohon beringin yang semakin pesat mulai menimbulkan beberapa persoalan. Dahan-dahannya yang menjulur ke berbagai arah mulai menghalangi tiang lampu penerangan jalan umum di sekitar masjid. Selain itu, ranting-rantingnya juga mendekati kabel listrik PLN, menimbulkan potensi bahaya jika terjadi gesekan atau bahkan putusnya kabel saat angin kencang.
Lebih lanjut, kerindangan pohon beringin yang berlebihan juga mulai menghalangi pertumbuhan pohon-pohon lain di sekitarnya. Sinar matahari yang seharusnya bisa dinikmati oleh tanaman lain menjadi terhalang oleh kanopi daun beringin yang sangat lebat. Kondisi ini tentu tidak ideal bagi keseimbangan ekosistem di sekitar masjid.
Selain aspek lingkungan, faktor keamanan juga menjadi pertimbangan penting dalam keputusan pemangkasan ini. Dengan ukuran pohon yang semakin besar dan dahan-dahan yang semakin berat, potensi terjadinya dahan patah atau bahkan pohon tumbang saat terjadi hujan deras disertai angin kencang menjadi semakin tinggi. Hal ini tentu bisa membahayakan keselamatan warga dan merusak fasilitas di sekitar masjid.
Oleh karena itu, pihak pengelola Masjid Besar Cicalengka mengambil langkah bijak untuk melakukan pemangkasan pohon beringin ini. Tindakan ini bukanlah berarti menebang pohon yang memiliki nilai sejarah dan ekologis tinggi, melainkan lebih kepada upaya perawatan agar pohon tetap sehat, aman, dan bermanfaat bagi semua.
Petugas sedang membereskan dahan pohon beringin di pelataran Masjid Besar Cicalengka Kab. Bandung, Ahad (4/5/2025). | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi
Pemangkasan ini juga dapat dilihat sebagai simbol dari sebuah perubahan yang perlu dilakukan agar tetap relevan dan memberikan manfaat. Pohon beringin yang dulunya tumbuh liar dan tak terkendali, kini dirapikan agar keberadaannya tidak menjadi masalah, melainkan tetap menjadi sumber keteduhan dan keindahan.
Tindakan "pangkas rambut" ini juga memberikan ruang bagi hal-hal baru untuk tumbuh dan berkembang di sekitarnya. Dengan berkurangnya kerindangan yang berlebihan, cahaya matahari dapat menembus lebih leluasa, memungkinkan tanaman lain untuk tumbuh subur. Ruang gerak di sekitar pohon juga menjadi lebih lega dan aman bagi aktivitas warga.