Lihat ke Halaman Asli

Covid-19 dan Pemindahan Ibu Kota Indonesia

Diperbarui: 26 Maret 2020   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pandemi Covid 19 yang terjadi saat ini memaksa banyak profesi untuk bekerja dirumah. Hal ini sebenarnya dapat menjadi evaluasi bagi semua pihak tentang berbagai pekerjaan yang sejatinya tidak perlu dilakukan dikantor, tetapi cukup dengan dirumah. 

Seringkali seorang pegawai datang pagi-pagi ke kantor untuk memberikan laporan pekerjaannya dan sesampaianya dikantor, atasannya meminta agar laporannya dikirim melalui surel. Hal seperti ini cukup sering ditemui dimana banyak orang hadir dikantor hanya untuk saling berkirim surel.

Pandemi Covid 19 ini juga membuat proses belajar mengajar di sekolah dan perguruan tinggi juga dipaksa untuk dilakukan di rumah.

Hal ini membuat terjadinya kesadaran massal bahwa  terdapat banyak proses yang dapat dilakukan secara daring. Kita juga menyadari perlunya perbaikan mekanisme-mekanisme pengendalian sehingga proses daring tidaklah mengurangi kualitas dari proses yang dilakukan di Kantor, Sekolah, atau Perguruan Tinggi.

Pada dasarnya dengan membuat beberapa pekerjaan dan proses belajar mengajar menjadi daring akan menyebabkan terjadinya penghematan biaya transportasi dan tentu saja akan berdampak pada berkurangnya penggunaan  bahan bakar dan pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat pencemaran. 

Selain itu biaya pembangunan infrastruktur digital dan sarana prasarananya jauh lebih murah dibandingkan dengan pembangunan  infrastruktur transportasi/jalan serta penyediaan sarana prasarananya.

Memang tidaklah mudah untuk mengubah budaya kerja dan budaya belajar mengajar. Seringkali persepsi tentang sangat diperlukannya kehadiran fisik untuk memudahkan pengendalian lah yang menjadi penghambat perubahan budaya kerja dan budaya belajar mengajar. 

Seringkali seseorang sulit untuk dapat berkomitmen untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya jika tidak ada orang lain yang mengawasinya secara langsung dan seorang pengawas memiliki persepsi bahwa kehadiran fisiklah yang menjadi indikator utama pengawasan pekerja.

Indikator kehadiran fisik inilah yang sangat kentara di Indonesia, dan seringkali kehadiran fisik menjadi lebih utama dari pada output yang dihasilkan oleh seseorang. 

Di sektor pemerintah misalnya, seringkali karena sulitnya menentukan output indikator kinerja seseorang, maka kehadiran fisiklah yang menjadi ukuran. 

Selain itu layanan yang manual menyebabkan kehadiran fisik juga mutlak diperlukan. Hal ini tentu saja menjadi salah satu penghambat perubahan budaya kerja atau budaya belajar mengajar dari konvensional menjadi daring.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline