Lihat ke Halaman Asli

Bob Sadino Lebih Hebat dari Negara

Diperbarui: 24 Juli 2016   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bob Sadino Muda, 1960-70an (Sumber Gambar)

"Jika sikap alat-alat negara sebagai representatif negara masih terlalu birokratif, pandang bulu, dan intoleran terhadap hal sepele, maka jangan heran, jika Bob Sadino dan orang-orang sepertinya, jauh lebih hebat dari negara."

Suatu kisah di Pagi Hari

Pada hari Rabu kemarin, sehari sebelum dua hari raya Agama Samawi saling bergandengan, saya mengantar ayah saya untuk membayar pajak kendaraan ke samsat, di daerah Pamulang. Karena saya saudara jauh dari yang paling terjauhnya Morrissey, bagi saya setiap hari adalah hari Minggu, “Everyday is Like Sunday”. Saya berangkat dengan keadaan belum tidur, dengan berpakaian santai; jaket, celana pendek dan sandal jepit sebagai ciri khas saya.

Sesampainya di sana, kendaraan di parkiran lebih ramai dari yang biasanya. Ayah saya berspekulasi: “Mungkin karena besok libur panjang”, dan saya mengiyakan, sambil memarkirkan kendaraan. Saya dan ayah saya bergegas masuk ke dalam gedung. Tidak ada yang aneh, semua seperti biasanya. Namun, sesampainya di depan pintu masuk, saya dilarang masuk (jika tidak ingin dikatakan diusir). Kata Pak Polisi: “Yang bercelana pendek, di luar saja!”. Saya pun keluar, dan menunggu ayah saya hingga selesai.

Terus terang saja, saya geram sekali diperlakukan seperti itu. Untungnya, saya bukanlah Edward Norton dalam film Fight Club. Jika iya, tentunya keadaan akan semakin kacau. Walaupun hal seperti itu bukan pertama kalinya. Dulu, sewaktu sekolah, saya juga pernah diperlakukan seperti itu oleh Satpam yang sudah kenal saya. Tapi, lebih kekeluargaan lah mengusirnya. Ada rasa gak enak juga di raut wajah si Satpam, yang biasanya di tiap sekolahan dipanggil “Babeh”.

Selain geram, dan bergumam “Dasar Fasis!” di dalam hati, saya juga tak habis pikir (alias heran) dengan sikap yang bersifat mengatur seperti itu. Mungkin pelarangan tersebut adalah aturan tidak tertulis di bidang birokrasi, di instansi resmi negeri ini. Agar terlihat sopan dan sedap dipandang, mungkin itu alasannya. Tapi, seberapa pentingkah kesopanan yang sedap dipandang, bila dibandingkan dengan kebiadaban-kebiadaban terselubung? Tawar menawar di Pos Lalulintas, misalnya.

Tapi, saya bukanlah orang yang haus kritik dan anti-otokritik. Saya terus berkaca pada diri saya. Apa salah saya memakai celana pendek dan bersandal jepit ke kantor instansi negara? Padahal celana saya gak pendek-pendek amat. Kelihatan paha juga enggak, bikin nafsu juga enggak, karena banyak bekas lukanya. Mungkin lain hal jika yang memakai celana pendek dan sandal jepit tersebut adalah Olla Ramlan. Karena biasanya, lelaki di berbagai belahan dunia dimanapun, pasti grogi menghadapinya.

Saya terus berpikir dan berdialektika pada diri sendiri. Apakah mungkin celana pendek adalah ciri pelaku kriminal? Apakah tepat jika pelarangan tersebut adalah suatu sikap pelanggaran terhadap asas praduga tak bersalah? Saya rasa, praduga tak bersalah hanya untuk segelintir orang. Ia tak pernah hadir di tengah jalan saat maling dihakimi massa, di saat begal dibakar warga, termasuk kepada saya di pagi itu.

bob-sadino-dimarahi-paspampres-gara-gara-bercelana-pendek-ke-istana

Bob Sadino Dimarahi Paspampres Gara-Gara Bercelana Pendek ke Istana, 1980an (Sumber Gambar)

Bob Sadino dan Sikap Negara

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline