Lihat ke Halaman Asli

Jimmy Haryanto

TERVERIFIKASI

Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Indonesia Mendapat Medali Emas Dalam Lomba Penelitian Tingkat Internasional

Diperbarui: 19 Maret 2022   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Baru saja Indonesia memenangi lomba penelitian internasional yang  diselenggarakan oleh Youth Internasional Science Fair (YISF) di Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang. Acara lomba tahunan ini diselenggarakan dari tanggal 14 Maret 2022 dan berakhir pada Kamis (17/3/2022) di Aula Gedung E Lantai 3 Udinus, dan para peserta dari berbagai negara itu menampilkan hasil penelitiannya lewat zoom.

Lomba penelitian internasional ini diikuti 502 tim yang berasal dari 22 negara di dunia, mulai tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maupun sederajat, hingga perguruan tinggi.

Tanggal 17 Maret 2022 panitia mengumumkan yang mendapatkan medali emas (gold) ada satu dari Indonesia, dua dari Thailand, dan satu dari Malaysia.

Peserta yang mengharumkan nama Indonesia itu bukan dari sekolah dari kota besar, tapi sebuah SMP di pinggir danau Toba, atau lebih tepatnya sungai Asahan yang airnya hingga saat ini digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang kini dikelola PT INALUM. Nama sekolah itu Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Siantar Narumonda, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Apa yang dilakukan sekolah itu? Di bawah kepemimpinan kepala sekolah yang baru, Roy Siagian, yang sedang mengikuti kuliah Magister di Universitas Negeri Medan (UNIMED), melanjutkan keberhasilannya di sekolah sebelumnya SMP Negeri Sigumpar, tidak jauh dari tempat mengajar saat ini. SMP N Sigumpar sudah sering memenangi lomba hingga tingkat provinsi bahkan nasional. Namun karena kemampuan bahasa Inggris yang kurang mumpuni para peserta tidak bisa ke tingkat internasional.

Kebetulan seorang mantan duta besar Indonesia untuk Argentina tahun 2014-2017, Jonny Sinaga, terpanggil untuk membantu peningkatan sumber daya manusia di seluruh Indonesia dengan konsep pentaheliks yakni kerjasama lima pilar yakni pemerintah, pengusaha, masyarakat, perguruan tinggi, dan media lewat teknologi informasi dan komunikasi (TIK). 

Jonny segara mengadakan kursus bahasa Inggris secara cuma-cuma untuk pelajar SD, SMP, dan SMA di sekitar Siantar Narumonda. Para mahasiswa Universitas Kristen Indonesia Jakarta tempat Jonny juga membantu para mahasiswa di bidang Hukum Internasional dan bahasa Inggris, ikut mendukung program itu. Beberapa mahasiswa UKI yang bukan saja cerdas secara akademik, tapi juga cerdas mengelola perasaannya, cerdas secara rohani, cerdas menghadapi masa sulit, serta cerdas mewujudkan idenya dengan senang hati bersedia mengajar anak-anak desa itu bahasa Inggris melalui internet.

Roy Siagian menyambut hal tersebut karena kebetulan akan segera diadakan lomba penelitian tingkat internasional. Roy mengatakan bukan hanya memenangi perlombaan tujuannya tapi untuk meningkatkan semangat anak-anak bahwa di manapun bisa maju. Roy meminta Jonny untuk mengadakan pelatihan khusus untuk tiga peserta yang merupakan siswa juara umum di sekolah itu yakni  yakni Nadien Panjaitan (kelas 8), Windy Manurung (kelas 7), dan Daud Hilkia Siahaan (kelas 7). Kebetulan Jonny juga pernah menjadi juara umum di sekolah yang sama sekitar 50 tahun lalu. Ketika Jonny membuat group khusus itu bukan hanya kemampuan bahasa Inggris yang dilatih, tapi dengan pengalaman di berbagai forum internasional para peserta dididik untuk percaya diri berhadapan dengan para juri yang tentu sudah sangat berpengalaman.

Penelitian Tim Negeri 1 Siantar Narumonda itu terkait dengan penggunaan bahan alami untuk mengusir nyamuk. Di daerah yang banyak petani itu selalu dihinggapi nyamuk ketika mereka ke sawah. Biasanya para petani menggunakan daun tanaman liar bernama tuba saba. Rupanya anak-anak itu mengamati para petani dan orang tua mereka harus menggosok-gosokkan daun tuba saba itu ke kulit mereka agar nyamuk itu tidak datang. Tapi itu bisa membuat rasa nyeri atau sakit ke kulit karena daunnya agak keras.

Di bawah bimbingan dan pengawasan Kepala Sekolah Roy Siagian dan seorang guru Donald Aritonang  akhirnya bisa ditemukan bahan yang lebih baik yang dibuat menjadi “lotion” setelah daun tuba saba disuling di laboratorium sekolah itu. Tapi untuk sampai pada pilihan terbaik itu mereka harus melakukan berbagai percobaan, termasuk merebus dan menumbuk daun tuba saba itu. Rupanya lewat penyulingan daun tuba sabalah yang terbaik. Mereka juga menyuruh sekitar 30 ekor nyamuk berpuasa sebelum diajak ikut bergabung dalam penelitian. Penelitian pertama tangan siswa tidak diolesi lotion tuba saba sama sekali, dan hanya beberapa detik para nyamuk yang kelaparan itu langsung menggigit tangan anak-anak itu.

Kemudian kelompok berikutnya tangan mereka diolesi lotion, dan para nyamuk kelaparan itu seperti protes karena tidak merasa nyaman padahal sudah 24 jam tidak makan dan minum. Namun karena sudah lapar hinggap juga. Sampai akhirnya dua kelompok terakhir lebih dari satu menit baru nyamuk-nyamuk itu hinggap di tangan mereka. Itupun para nyamuk seperti protes keras, “Kenapa harus pakai lotion segala, kami jadi tidak nyaman. Kalau begitu kami cari tempat lain saja ya. Lotionnya membuat kami tidak nyaman.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline