Lihat ke Halaman Asli

Jezzlin

Mahasiswa komunikasi

Dilema Liburan di Tengah Virus Corona

Diperbarui: 22 Desember 2020   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Presiden Joko Widodo menganjurkan warganya tidak bepergian ke luar kota, termasuk pulang kampung. Anjuran ini guna mencegah COVID-19 menyebar ke luar daerah. Penundaan mudik massal bisa mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) secara signifikan. Mudik massal merupakan kegiatan yang menguras energi, sehingga membuka potensi penularan virus Corona. Imbauan penundaan mudik massal dinilai sejalan dengan kebijakan work from home dan physical distancing.

                Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas tentang Antisipasi Mudik Lebaran (melalui video conference) dari Istana Kepresidenan Bogor, meminta semua elemen masyarakat tetap fokus pada pencegahan meluasnya COVID-19 dengan mengurangi mobilitas antardaerah. "Kebijakan ini adalah untuk memutus mata rantai persebaran virus corona," kata Presiden Jokowi, (Antara 30/3/2020). Pada saat mudik lebaran kita pasti akan bertemu dengan keluarga, orang tua atau orang yang sudah lanjut usia, dimana orang yang sudah lanjut usia lebih rentan tertular virus corona, oleh karena itu, kebijakan larangan mudik ini dinilai sangat tepat demi mencegah dan memutus rantai penyebaran virus corona di Indonesia.

                Fokus pemerintah pada saat ini adalah mencegah meluasnya COVID-19 dengan mengurangi atau membatasi pergerakan orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Mudik massal sangat identik dengan pengumpulan massa besar yang berdesakan, baik saat pemberangkatan, dalam perjalanan, hingga pada saat tiba. Seperti yang kita tahu, mudik massal cukup melelahkan dan mengakibatkan stamina ketahanan tubuh peserta mudik menjadi turun drastis dan yang dikhawatirkan dapat menjadi sasaran empuk serangan COVID-19. Demi keselamatan bersama, perlu juga dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah. Imbauan-imbauan saja tidak cukup untuk memutus rantai penyebaran COVID-19, karena pemerintah tidak akan bisa sepenuhnya meniadakan tradisi mudik lebaran. Mudik lebaran telah menjadi budaya yang telah mengakar kuat dalam diri masyarakat Indonesia.

               Para pekerja perantau tidak hanya dihadapkan pada pilihan tidak bisa mudik saat libur lebaran, melainkan juga harus berjuang bertahan hidup tanpa keluarga selama pandemi COVID-19. Pekerja seperti pengemudi ojek online, pedagang kaki lima, petugas cleaning service, petugas keamanan (satpam), dan buruh bangunan tidak akan lagi memiliki pekerjaan, di sisi lain, para pekerja ini harus tetap mengeluarkan biaya hidup sehari-hari yang cukup besar. Keputusan perantau yang tinggal di jabodetabek untuk pulang ke kampung halaman disebabkan oleh tidak adanya jaminan hidup di perantauan. Alasan tersebut merupakan alasan yang logis, karena tuntutan biaya hidup cukup tinggi di ibu kota sedangkan pendapatan mereka berkurang.

                Pemerintah lewat Kementerian Sosial telah menyiapkan anggaran sebesar Rp25 triliun untuk langkah strategis agar para perantau di DKI Jakarta tak memilih pulang kampung. Para perantau harus ditahan di DKI Jakarta guna menghindari semakin meluasnya penyebaran virus corona (COVID-19). Bantuan yang akan disalurkan berupa paket sembako langsung. Bantuan paket sembako langsung ini, diharapkan mampu mencegah atau menekan arus mudik yang saat ini sudah berlangsung, dan dikhawatirkan akan semakin meningkat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Program bansos tersebut, diharapkan dapat menahan keinginan masyarakat untuk mudik ke daerahnya masing-masing. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline