Lihat ke Halaman Asli

James P Pardede

Freelancer

Jangan Menulis Kalau Lagi Tak Enak Hati

Diperbarui: 5 Februari 2020   14:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menulis

Seperti kata orang-orang yang sudah lebih awal menuliskan kata-kata dan rangkaian kalimat demi kalimat menjadi sebuah bacaan bergizi, bahwa menulis itu bisa dilakukan siapa saja dan semua orang pada prinsipnya bisa menulis. Namun, tidak semua orang bisa menulis dengan rangkaian kalimat yang baik dan enak dibaca.

Seperti judul tulisan ini, kalau hendak menuliskan sesuatu perlu persiapan yang matang dan jangan pernah menulis kalau lagi tak enak hati. Bisa jadi tulisan yang dihasilkan tak sesuai dengan harapan. Tapi, saya tidak tahu apakah ada penulis yang bisa menulis dalam kondisi hati yang tak enak sama sekali.

Kalau kita menulis dengan kondisi hati yang lagi tak stabil, hasil tulisannya akan lebih banyak koreksinya daripada bagusnya. Kita lebih diuntungkan ketika teknologi yang ada saat ini telah mendukung setiap hobi yang kita punya. Punya kemampuan menulis, saat ini sudah didukung teknologi yang sangat canggih, tak perlu seperti dulu lagi menuliskan sesuatu diatas kertas, ketika salah kertasnya jadi korban.

Dengan didukung teknologi yang semakin canggih, menuliskan sesuatu sudah bisa kita lakoni di aplikasi yang ada dalam gadget atau android. Salah tulis bisa di delete (hapus). Tulisan yang kita hasilkan kurang mengena bisa juga diganti dan dihapus.

Kenapa harus menghindari momen tak enak hati untuk menulis? Karena kalau kita menulis dalam kodisi hati yang tidak stabil hasilnya akan terbawa arus emosi dan sakit hati. Kalau menuliskan cerita fiksi yang mencurahkan segala kekesalan dihati mungkin tak ada masalah. Akan tetapi, ketika menulis untuk menghasilkan sebuah artikel atau featura, suasana hati yang tak enak bisa menggiring kita menjadi berandai-andai atau beropini sesuka hati.

Padahal, tulisan yang kita hasilkan ketika diputuskan untuk dikirim ke media dan kemudian di publish akan memberi dampak dikemudian hari. Bisa saja diawal kita membaca dan mengoreksi tulisan yang kita hasilkan biasa-biasa saja, akan tetapi ketika opini di dalam tulisan mendeskreditkan atau menuduh seseorang melakukan hal yang sesungguhnya tak pernah dilakukan akan mengakibatkan keresahan dan pembaca atau orang yang merasa dirugikan akan berontak.

Itu sebabnya, kalau suasana hati lagi tak enak jangan lah pula menulis dan tulisan yang dihasilkan perlu dibaca berulang-ulang agar tidak merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri.

Kalau tulisan yang dihasilkan tak yakin bisa memberi manfaat bagi orang yang membacanya, coba lah untuk membacanya beberapa kali dan pastikan tulisan tersebut tidak merugikan orang lain.

Menulislah dengan sepenuh hati dan jangan pernah menulis karena sakit hati. Apalagi tulisan yang kita hasilkan tujuannya untuk konsumsi publik, hindari menulis dengan menyelipkan opini pribadi dan opini tersebut terkesan menuduh atau menyudutkan seseorang. Sudah banyak contoh orang-orang yang menuliskan sesuatu dengan sesuka hati dan hasil tulisan itu menjadi konsumsi publik.

Ketika hasil tulisan yang kita buat dibaca oleh orang-orang yang di dalam tulisan kita singgung, maka ia akan segera bertindak dan menuntut kita. Undang-Undang Informasi, Teknologi dan Elektonik telah membatasi kita untuk tidak lagi semena-mena atau sesuka hati menyudutkan orang lain lewat tulisan atau status di medsos, alamat akhirnya kita akan mendekam di penjara akibat kesalahan kita yang fatal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline