Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Maulid Nabi, Kesalehan Sosial, dan Pamer Kesalehan di Media Sosial

Diperbarui: 29 Oktober 2020   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: steemit.com/life/@mahyailyas

Mungkin karena hari ini, Sabtu 9 November 2019, adalah hari libur bagi daerah yang menetapkan pola lima hari kerja seperti di DKI Jakarta, tak banyak yang menyadari bahwa hari ini adalah hari besar bagi umat Islam. 

Iseng-iseng coba lihat kalender 2019. Hari ini adalah tanggal merah, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang pada kalender hijriah diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal, yang merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad.

Artikel ini tidak bermaksud membahas sejarah kehidupan Rasulullah tersebut. Tapi ada satu hal yang ingin ditonjolkan tulisan ini, betapa nabi besar umat Muslim itu tidak hanya mengajarkan tata cara beribadah yang benar, tapi juga tata cara dalam kehidupan sosial, termasuk dengan kalangan non-muslim, sebagai perwujudan kesalehan sosial.

Jadi, agaknya keliru bila kita menafsirkan kesalehan hanya berkaitan dengan aktivitas ibadah seseorang. Artinya, semakin sering seseorang beribadah, maka semakin salehah ia.

Dok. islami.co

Rajin beribadah tentu hal yang positif. Tapi itu saja tidak cukup kalau tidak dibarengi dengan kesalehan sosial. Nabi Muhammad sendiri, dalam kisah yang sering diceramahkan para ustad, setiap hari menyuapkan makanan ke mulut seorang pengemis Yahudi buta dan tua. Pengemis itu selalu mangkal di salah satu sudut di pintu kota Madinah.

Padahal si pengemis selalu menghina Nabi Muhammad, dengan berkata pada orang yang lewat di depannya agar tidak memercayai Muhammad yang disebutnya sebagai orang gila, pembohong dan tukang sihir.

Kelak, setelah Nabi wafat, betapa menyesalnya si pengemis, begitu diberi tahu Khalifah Abu Bakar Shiddiq yang meneruskan tradisi Nabi menyuapi pengemis itu, bahwa Nabi Muhammad lah yang selama ini menyuapinya.

Karena merasa cara Abu Bakar tidak sama dengan cara Nabi menyuapinya, si pengemis bertanya siapa sesungguhnya yang selama ini sudah sangat baik hati. 

Makanya Abu Bakar menjelaskan tentang tindakan Nabi Muhammad yang sangat mulia. Tidak marah meskipun dihina, malah membalas dengan kebaikan tanpa sepengetahuan yang menghina.

Coba bayangkan kalau itu terjadi saat ini, betapa seringnya kita mendengar laporan ke pihak kepolisian dari seseorang yang merasa terhina, tercemar nama baiknya, atau merasa mendapat perlakuan tidak menyenangkan.

Apalagi kalau pihak yang berperkara berbeda agama, masalahnya jadi makin rumit, karena bisa berkembang jadi penistaan agama, ujaran kebencian atau hal lain yang berbau SARA.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline