Lihat ke Halaman Asli

Irmina Gultom

TERVERIFIKASI

Apoteker

Mengapa Saya Kurang Setuju dengan Tradisi Salam Tempel untuk Anak-anak

Diperbarui: 10 Mei 2021   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi salam tempel berpotensi membuat anak memiliki pemikiran materialistis. Tidak menutup kemungkinan mereka akan pilih-pilih terhadap keluarganya | Sumber: Envanto Elements

Entah darimana dan bagaimana persisnya muncul tradisi salam tempel di masyarakat kita. Tapi yang pasti tradisi ini seringkali kita temui saat bersilaturahmi di hari raya. Lebaran, Imlek, Natal, bahkan ketika hanya sekadar berkunjung ke rumah sanak saudara yang tinggal jauh.

Saat saya masih kecil ketika berkunjung ke rumah saudara, atau ketika ada kerabat yang datang dari jauh berkunjung ke rumah, terkadang saya memperoleh salam tempel dari mereka. Atau ketika saya ikut acara adat Batak tertentu dan mendapat saweran hasil manortor (menari Tortor).

Kalau diperhatikan, orangtua saya kadang juga melakukan hal yang sama sih. Memberikan salam tempel kepada anak-anak mereka.

Tapi sebetulnya orangtua saya tidak mendidik anak-anaknya untuk terbiasa menerima salam tempel. Seringnya mereka bahkan melarang kami untuk menerima apalagi meminta salam tempel dari orang lain. Paling hanya dari anggota keluarga yang paling dekat saja. Itupun saya tidak diperbolehkan memegang seluruh uang yang saya terima.

Saya harus memberikan seluruh atau sebagian uang salam tempel kepada orangtua saya, dan itu membuat saya suka merasa sebal. Siapa yang tidak kesal kalau tambahan uang jajan yang kita peroleh malah 'disita' orangtua, ya nggak?

Biasanya orangtua mengatakan bahwa mereka yang akan menyimpannya dan akan dikembalikan setelah kita sudah besar. Padahal uang tersebut ujung-ujungnya dipakai untuk kebutuhan kita juga. Lagipula siapa juga yang akan menagih uang salam tempel ketika kita sudah besar? 

Yah, tidak ada salahnya juga sih. Tradisi ini sekadar untuk memeriahkan suasana dan lagipula tidak sering-sering dilakukan, bukan?

Tapi menurut saya tradisi salam tempel ini sedikit banyak memberikan efek yang tidak baik terhadap pemahaman anak-anak. Apa saja itu?

Ilustrasi: Doughman via kompas.com

1. Anak-anak tidak menghayati makna sebenarnya dari suatu acara

Seperti yang sudah saya singgung di atas, biasanya tradisi salam tempel dilakukan pada saat silaturahmi dengan keluarga di hari raya tertentu. Tujuannya jelas: silaturahmi.

Namun ketika ada tradisi salam tempel, yang diingat anak-anak ya bisa jadi hanya salam tempelnya. Mereka tidak fokus pada silaturahmi dengan keluarganya. Padahal anak-anak juga perlu membangun bonding dengan kerabatnya yang lain.

2. Berpotensi menimbulkan watak materialistis

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline