Lihat ke Halaman Asli

Irfani Annisa

Penerjemah Bahasa Indonesia-Inggris-Jepang

Di Balik Topeng Mask Girl: Saat Jadi Perempuan Artinya Harus Selalu "Menarik"

Diperbarui: 4 Agustus 2025   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

"Kalau aku cantik, hidupku pasti lebih mudah."
 --- Kim Mo-mi, atau mungkin... kita semua.

Kemarin, waktu suntuk banget sama kerjaan, aku butuh hiburan yang nggak cuma seru tapi juga bisa jadi semacam pelampiasan. Pas scroll-scroll reels di IG, muncul cuplikan drama Korea yang langsung menarik---ada cewek yang dibully, lalu balas dendamnya brutal banget. Katanya dari Netflix, judulnya Mask Girl. Tanpa pikir panjang, aku langsung nonton.

Awalnya aku cuma penasaran sama adegan kekerasannya. Tapi ternyata, isi drama ini jauh lebih dalam dari yang aku bayangkan. Dan jujur, sangat relate---terutama buat perempuan yang seringkali cuma dilihat sebagai objek.

Kim Mo-mi, tokoh utamanya, bukan karakter "kuat" seperti tokoh utama kebanyakan. Dia perempuan biasa. Punya pekerjaan biasa, hidup yang biasa, dan rasa percaya diri yang perlahan-lahan dikikis komentar, perbandingan, dan standar-standar yang nggak pernah dia buat sendiri. Nggak cukup cantik. Nggak cukup pantas. Nggak cukup berharga.

Siang hari, Mo-mi kerja di kantor---diabaikan, dikomentari, bahkan dilecehkan secara halus karena penampilannya. Tapi malam hari, dia berubah. Pakai topeng, tampil sebagai cam girl, tubuhnya jadi objek pujian dan hasrat. Dan ironisnya, semua itu baru terjadi ketika wajahnya disembunyikan.

Aku nonton sambil mikir, perasaan ini familiar banget.
 Nggak harus jadi cam girl untuk ngerti rasanya invisible. Atau ngerasa harus "dandan dulu" buat dihargai. Dunia ini terlalu sering ngasih label, bahkan sebelum kita sempat bicara.

Ketika akhirnya Mo-mi menjalani operasi plastik, dunia mulai melihatnya. Ia jadi "versi ideal" yang selama ini dipuja: simetris, tirus, glowing. Tapi hidupnya bukannya jadi lebih mudah. Justru makin rumit. Karena ekspektasi baru muncul. Validasi yang dulu dicari-cari, sekarang jadi penjara baru.

Dan dari situ aku sadar, bahwa Kim Mo-mi bukan sekadar tokoh fiksi. Dia cermin. Buat banyak perempuan yang pernah merasa harus berubah dulu sebelum bisa dianggap cukup.

Kadang kita nggak sadar, kalau dunia udah bikin kita percaya bahwa nilai kita diukur dari seberapa "menarik" kita di mata orang lain. Padahal, hidup ini bukan kontes kecantikan.

Mo-mi mungkin karakter drama. Tapi luka yang dia bawa terasa nyata. Kita semua, dalam versi masing-masing, pernah pakai topeng. Entah untuk diterima, disukai, atau sekadar bertahan. Tapi topeng, lama-lama berat juga dipakai terus.

Jujur aja, hidup dengan ekspektasi orang lain itu nggak pernah benar-benar nyaman. Kita capek, tapi nggak bisa berhenti. Kita berubah, tapi tetap nggak cukup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline