Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Jeritan Bencana

Diperbarui: 11 Februari 2023   02:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jeritan bencana | Dokumen diambil dari: Spiegel.de

Asap mengepul, bangunan runtuh, kabel listrik pun putus, mobil hancur histeris teriakan minta ampun menggelegar di setiap sudut kota itu.

Kenapa Tuhan menghukum? 

Pertanyaan itu kembali didengung dari manusia yang sedang tertimpa duka dan sengsara. 

Gempa tak pernah kenal ampun.

Datangnya bisa saja tak terduga, saat semua tertidur lelap dalam mimpi-mimpi indah. Datangnya bahkan sekejap, namun seakan tak peduli hanya ingin merenggut nyawa.

Ayah, harus terpisah dari ibu dan anak-anaknya. Ibu harus terpisah dari suami dan anak-anaknya. Anak-anak yang tak berdaya juga harus terpisah dari orangtua mereka.

Terlalu kejam, amarah gempa. Gempa itu seakan penguasa bumi, seakan bumi ini ada di telapak tangannya. Sesuka hati menggoyang hingga runtuh semua yang kokoh dan perkasa.

Tak ada lagi karya tangan manusia yang menjulang di tengah kota. Tak ada lagi perbedaan orang kaya dan miskin. Kau menjadikan manusia sama.

Terdengar cuma satu tangisan, satu jeritan bencana. Histeris karena luka dan kehilangan yang tak pernah dibayangkan ada. Jeritan bencana itu merinding jiwa.

Ingin tobat, namun sudah terlambat, ingin sebut nama Tuhan, tapi sepertinya Dia tidak ada. Ingin marah pada-Nya, namun, Ia tidak peduli. Apakah Tuhan juga sudah tertimpa bencana?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline