Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Diskriminasi dan Eufemisme Pelacuran Dorong Penyebaran AIDS di Indonesia

Diperbarui: 9 Januari 2019   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: (Sumber: 123rf.com)

Sejak awal era reformasi 'gerakan moral' al. diperlihatkan secara masif dengan menentang 'rehabilitasi dan resosialisasi' (resos) terhadap pekerja seks komersial (PSK) melalui lokalisasi pelacuran. Tempat-tempat pelacuran yang dijadikan resos ditutup.

Pada saat yang sama epidemi HIV/AIDS dan IMS [infeksi menular seksual yang lebih dikenal sebagai 'penyakit kelamin', yaitu kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), herpes genitalis, hepatitis B, klamidia, jengger ayam, virus  kanker serviks, dll.] tidak lagi terbendung karena transaksi seks sebagai bentuk pelacuran terselubung terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu. 

Bahkan belakangan ini melibatkan 'artis' dan cewek-cewek yang didandani seperti 'artis' tertentu dengan berbagai modus sampai memakai media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dll.

Seumur Manusia

Dengan melokalisir praktek pelacuran bisa dilakukan intervensi yaitu memaksa laki-laki selalu memakai kondom setiap kali seks dengan PSK sehingga insiden infeksi HIV baru bisa ditekan. Selain itu penyebaran IMS pun bisa diputus, seperti yang dijalankan oleh sebuah yayasan di Denpasar, Bali.

[Baca juga: Menjemput PSK di Denpasar untuk Memutus Mata Rantai Penyebaran Penyakit]

Estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia mencapai 630.000 sedangkan yang sudah terdeteksi, seperti dilaporkan oleh Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 1 Oktober 2018, sebanyak 410.788 yang terdiri atas 301.959 HIV dan 108.829 AIDS dengan 15.855 kematian.

Dunia pelacuran disebut-sebut seumur dengan kehidupan manusia di Bumi. Salah satu bukti adalah pelacuran di zaman Mesopotamia Kuno dan periode Neo-Babilonia, sekitar 626 SM hingga 539 SM. Ketika itu ada keyakinan kegiatan seksual antara pelacur dan agamawan sakral yang berguna bagi masyarakat sebagai cara untuk menyenangkan Dewa (soc.ucsb.edu).

Pelacuran berkembang tidak hanya dengan imbalan uang, tapi juga memakai narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dan belakangan sebagai imbalan untuk penguasa sebagai imbalan untuk fasilitas dan kemudahan disebut sebagai gratifikasi seks.

Pelacuran dinilai terbatas sehingga dimuculkan istilah PSK dengan cakupan yang lebih luas yaitu terkait dengan perdagangan seks mulai dari pelacuran, rumah bordir, telepon seks, penari striptis, penari eksotis, pornografi dan pornoaksi.

Ketika para ahli menemukan virus penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu kondisi pengidap HIV/AIDS setelah 5-15 tahun) yang pada tahun 1986 diakui oleh WHO yaitu HIV (human immunodeficiency virus yaitu retrovirus yang menggandakan diri di sel-sel darah putih manusia) sudah pula diketahui salah satu cara  penularannya adalah melalui hubungan seksual penetrasi antara orang yang mengidap HIV/AIDS kepada orang lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline