Lihat ke Halaman Asli

Imam Setiawan

TERVERIFIKASI

Praktisi pendidikan inklusif, penyintas disleksia-ADHD. Pendiri Homeschooling Rumah Pipit

Sekolah Inklusi VS Sekolah Rakyat, dan Anak yang Tersingkirkan

Diperbarui: 21 April 2025   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

milik pribadi

Sekolah Inklusi VS Sekolah Rakyat, dan Anak yang Tersingkirkan

Nama saya Imam Setiawan. Saya adalah seorang penyintas disleksia dan ADHD yang sejak kecil dianggap "bodoh", "nakal", bahkan pernah dikira autis hanya karena saya tidak bisa duduk diam dan membaca seperti teman-teman saya.

Saya tumbuh di tengah sistem pendidikan yang tidak pernah benar-benar mengenal saya. Dan mungkin... tidak pernah benar-benar ingin mengenal saya.

Bertahun-tahun kemudian, saya bukan hanya berhasil berdamai dengan diri sendiri, tapi saya justru kembali ke ruang kelas bukan sebagai murid, tapi sebagai guru. Guru untuk anak-anak yang seperti saya dulu: yang dianggap tidak bisa belajar, yang dinilai dari kekurangannya, bukan potensinya.

Dari perjalanan panjang itu, lahirlah Dyslexia Keliling Nusantara, sebuah gerakan yang saya mulai sejak 2017. Saya pergi dari satu pelosok ke pelosok lain di Indonesia menemui anak-anak yang kesulitan membaca, menulis, berhitung, anak-anak yang disebut "aneh" hanya karena otaknya bekerja dengan cara yang berbeda. Saya juga bertemu para guru yang ingin membantu, tapi tak punya pelatihan. Orangtua yang ingin memahami, tapi dibungkam stigma dan minimnya informasi.

Di setiap desa, kota, dan pulau yang saya datangi, satu pertanyaan terus berputar di kepala saya:

"Pendidikan ini sebenarnya untuk siapa?"

Kita sudah punya jargon indah bernama "Sekolah Inklusi." Tapi, di lapangan, saya melihat fakta yang getir:

  • Masih banyak guru yang belum memahami apa itu disleksia, ADHD, atau gangguan belajar lainnya.
  • Banyak sekolah yang hanya memakai label "inklusi" tapi tidak punya pendamping, tidak punya program individual, bahkan tidak punya empati.
  • Anak-anak ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) terpaksa diam di sudut kelas karena dianggap "mengganggu ritme belajar."
  • Dan orangtua? Mereka belajar sendiri, cari jalan sendiri, bertahan sendiri.

Kini, pemerintah meluncurkan program baru: Sekolah Rakyat, sebagai bagian dari kebijakan sosial dan pendidikan Presiden. Konsepnya terdengar ideal sekolah untuk semua, aksesibel bagi masyarakat miskin, gratis, terbuka.

Tapi saya bertanya lagi dan saya ingin kita semua bertanya bersama:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline