Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Writing Is Healing

Diperbarui: 21 September 2025   00:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay

WRITING IS HEALING

Oleh Idris Apandi, Penulis 1100-an Artikel dan 57 Buku

Pendahuluan: Menulis, Menyembuhkan yang Tak Terucapkan

Ada kalanya kita merasa penuh, sesak, bahkan bising oleh pikiran sendiri. Masalah hidup datang silih berganti, kenangan masa lalu masih menempel, dan masa depan terasa samar. Dalam keadaan seperti itu, banyak orang mencari pelarian: ada yang berjalan jauh, ada yang berbincang panjang dengan sahabat, ada pula yang memilih diam seribu bahasa. Namun, ada satu cara yang sering luput dari perhatian: menulis.

Menulis bukan hanya tentang mencatat ide, menorehkan kata indah, atau menghasilkan karya yang bisa dipublikasikan. Menulis juga bisa menjadi sarana healing---sebuah jalan penyembuhan batin dan mental. Tulisan tidak hanya menyimpan kisah, tetapi juga bisa membersihkan jiwa dari debu yang melekat.

Seperti yang pernah dikatakan Anne Frank dalam The Diary of a Young Girl: "I can shake off everything as I write; my sorrows disappear, my courage is reborn." (Aku bisa melepaskan segalanya ketika menulis; kesedihanku hilang, keberanianku terlahir kembali). Kalimat ini membuktikan, menulis bukan sekadar aktivitas teknis, tetapi terapi jiwa.

Menulis dan Psikologi: Bukti Ilmiah Menyehatkan Mental

Tidak sedikit penelitian yang menunjukkan bahwa menulis memiliki dampak positif pada kesehatan mental. Salah satu penelitian penting datang dari James W. Pennebaker, profesor psikologi dari University of Texas. Dalam penelitiannya tentang expressive writing, ia menemukan bahwa menulis secara bebas tentang pengalaman emosional yang sulit dapat membantu mengurangi stres, memperkuat sistem imun, bahkan meningkatkan kualitas tidur.

Menurut Pennebaker, ketika seseorang menuliskan emosi dan pengalaman pahitnya, otaknya mulai mengatur ulang cara pandang terhadap peristiwa tersebut. Proses ini bukan hanya membantu melampiaskan beban, tetapi juga membuat individu lebih mampu menerima dan memahami makna dari pengalaman hidupnya.

Dalam sebuah artikel di American Psychological Association, dituliskan bahwa menulis tentang trauma bisa membantu seseorang mengurangi kecemasan dan depresi. Bahkan, menulis dapat memberikan efek yang serupa dengan konseling, meskipun tentu bukan pengganti profesional kesehatan mental. Artinya, menulis adalah jembatan yang sederhana namun efektif. Dengan secarik kertas dan pena, atau bahkan hanya layar gawai dan papan ketik, kita bisa menyehatkan diri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline