Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Merancang, Melaksanakan, dan Menilai Hasil Belajar Berbasis HOTS

Diperbarui: 17 April 2018   04:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (kompas.com)

Baru-baru ini di media sosial viral cuitan peserta UNBK tahun 2018 jenjang SMA yang mengeluhkan sulitnya soal mata pelajaran matematika dan kimia. Atas hal ini, Mendikbud Muhadjir Effendi memohon maaf karena memang tingkat kesulitan soal dinaikkan dan telah menerapkan Higher Order Thinking Skills (HOTS). Dari 40 soal yang diujikan, ada 4-5 soal yang masuk kategori "sulit" dan menuntut kemampuan analisis yang tinggi.

Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing siswa mengingat dalam beberapa hasil olimpiade internasional baik yang diselenggarakan oleh PISA maupun PIRLS, siswa Indonesia tertinggal dari negara-negara lain, karena kesulitan mengerjakan soal-soal olimpiade. Walau demikian, Mendikbud berjanji akan mengevaluasi dan terus akan melakukan pembenahan.

Tujuan Kemdikbud untuk menaikkan tingkat kesulitan soal pada dasarnya baik. Dengan mengerjakan soal-soal HOTS, diharapkan daya analisis dan kemampuan berpikir kritis siswa dapat terasah. Hal ini juga adalah bagian dari penerapan pendidikan karakter, dimana siswa pantang menyerah dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal.

Walau demikian, perlu juga dilihat kondisi nyata bahwa banyak guru yang belum menerapkan kegiatan pembelajaran dengan berbasis HOTS, sedangkan pada saat UBNK para siswa ujug-ujugharus mengerjakan soal-soal HOTS. Oleh karena itu, sangat wajar siswa mengalami kesulitan ketika mengerjakannya.

Sebelum pemerintah meminta guru menyusun soal-soal HOTS, alangkah baiknya jika kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS pun ditingkatkan terlebih dahulu, karena penilaian pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui ketercapaian indikator dari materi yang telah diajarkan kepada siswa.

Pembelajaran berbasis HOTS sebenarnya sudah diperkenalkan sejalan dengan diimplementasikannya kurikulum 2013, tetapi pada kenyataannya masih banyak yang belum paham dan belum melaksanakannya. Hal ini disebabkan karena pada saat pelatihan, para instruktur hanya menyampaikan teori-teori tentang pembelajaran HOTS tanpa disertai dengan contoh atau prakteknya, sehingga peserta masih ada yang bingung.

Pada dasarnya jika masalah HOTS ini ingin dikuasai secara utuh dan menyeluruh, maka guru harus dilatih secara sistematis mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga cara menilai hasil belajar siswa. Pada tahap perencanaan, guru diwajibkan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dimana guru menelaah Kompetensi Dasar (KD) yang diharapkan dikuasai oleh siswa, lalu merumuskan Indikator Ketercapaian Kompetensi (IKK) dengan menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO) yang dapat diukur, utamanya pada aspek kognitif dan psikomotor.

Satu indikator hanya berisi satu KKO. Sedangkan pada aspek sikap, penilaiannya melalui observasi sebagai instrumen penilaian yang utama, sedangkan jurnal, penilaian diri, penilaian antarteman sebagai instrumen penunjang.

Pada saat menyusun IKK, guru biasanya memperhatikan Taksonomi Bloom (1956) yang telah direvisi oleh Krathwohl dan Anderson (2001). Pada ranah kognitif (cognitive) susunannya sebagai berikut; (1) mengingat, (2) memahami, (3) mengaplikasikan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, dan (6) mencipta.

Pada ranah afektif (affective), susunan sebagai berikut; (1) menerima, (2) merespon, (3) menghargai, (4) mengorganisasikan, dan (5) karakterisasi menurut nilai. Dan pada ranah psikomotor (psychomotor)susunannya sebagai berikut; (1) meniru, (2) memanipulasi, (3) presisi, (4) artikulasi, dan (5) naturalisasi.

Dari kata-kata kunci pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, dikembangkan lagi ke dalam ratusan KKO yang disesuaikan dengan IKK yang dicapai pada tiap KD. Sesuai dengan harapan Kemdikbud bahwa siswa dibelajarkan dalam situasi HOTS, maka pemilihan KKO bukan hanya pada level C-1 sampai dengan C-3 saja, tetapi diupayakan pada leval C-4 sampai dengan C-6. Hal ini berlaku mulai dari jenjang SD, SMP, sampai dengan SMA/SMK.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline