Lihat ke Halaman Asli

Mh Firdaus

Penulis

Lika-liku Pendamping Korban Kekerasan di Komunitas

Diperbarui: 1 Desember 2020   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para ibu melakukan aksi menolak kekerasan seksual terhadap anak | Sumber gambar: AFP via KOMPAS.com

25 November hingga 10 Desember 2020 merupakan 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. Untuk memperingatinya, saya ingin bercerita peran hebat perempuan desa mencegah kekerasan.

"Teman-teman, sungguh saya kebingungan dengan kondisi keluarga yang ngomelin saya. Tidak sesuai rencana, nih. Dari awal karena saya yang menemukan kasus, saya saja yang di gedor, baik dari keluarga korban maupun rumah sakit", keluh Siska, pendamping korban kekerasan komunitas, desa Mentong Betok, kab. Lombok Timur, NTB.

Ia mendapat serangan berbagai arah di desa. Pemerintah desa (pemdes), tokoh masyarakat, dan masyarakat mencibirnya. Karena ia dituduh "cawe-cawe" urusan rumah tangga orang.

Kisahnya berawal saat Nurlia (bukan nama sebenarnya) berusia di bawah umur, dipaksa menikah keluarga karena hamil. Sepupu yang tinggal di belakang rumah memperkosanya.

Setelah menikah, sang suami meninggalkannya begitu saja. Nurlia stres berat. Mungkin kondisi fisik dan psikologisnya belum siap. Ia merasa sendiri bersama anak di perutnya. Melihat peristiwa itu, Siska secara suka rela mendampingi korban dan berkomunikasi dengan ibunya.

Berbekal ilmu dari pelatihan "Pendidikan Kesadaran Hukum untuk Komunitas Dalam Penanganan Kasus Perkawinan Anak", yang diadakan Insitut KAPAL Perempuan dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) RI, 25 - 26 Agustus 2020 dan 1-2 September 2020, ia membagi temuan bersama alumi pelatihan melalui group medsos. LPSDM (Lembaga Pengembangan Sumberdaya Mitra) sebagai LSM yang memberdayakan perempuan disana, aktif memperkuat Siska dalam mendampingi korban.

Anehnya, masyarakat menganggap fenomena ini hal biasa. Tidak ada sangsi hukum dan sosial terhadap pelaku. Dalam situasi seperti itu, tindakan Siska dihujat dan dinilai mengintervensi terlalu dalam urusan rumah tangga orang.

Bekal mental dan ilmu, serta dukungan LPSDM, Siska mendampingi Nurlia dengan kasih sayang sesuai perpektif korban.

Saat puskesmas dan pemdes merekomendasikan Nurlia dibawa ke rumah sakit jiwa daerah, Siska dan LPSDM memberi pandangan lain. Yaakni terlebih dahulu mereka menanyakan kemauan korban sesuai kondisi psikologisnya. Menurut Siska, Jiwa Nurlia beserta bayinya, harus diselamatkan di rumah sakit umum dahulu.

Ibu Saraiyah, peserta pelatihan dari desa Sukadana, Kabupaten Lombok Utara, kini anggota Majelis Keramah Adat Desa (MKAD) menyemangati Siska.

"Belum seberapa itu Siska, saya lebih dari itu. Kita harus tetap kuat, ketika kita mengeluh orang yang TIDAK berpihak pada KITA akan tertawa lebar. Yakinlah kita mampu Dan bisa," kata perempuan alumni pelatihan yang kini menjadi pendamping korban kekerasan turut menyemangati dari jauh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline