Setiap hari buruh dirayakan ibuku selalu menangis tersedu sebab ingat seorang temannya yang babak belur di pukul aparat saat berdemontrasi di hari buruh. Ia dianggap biang rusuh.
Katanya, lelaki kurus itu terus berteriak meski lehernya di cekik dan tubuhnya di seret keluar dari barisan para pendemo.Â
"Jangan takut, jangan mundur hak buruh harus terus di perjuangkan" begitulah kalimat yang keluar dari mulutnya yang bercucuran darah kata ibu sambil menahan kesedihan.
Saat itu ibu takut setengah mati melihat kejadian tersebut lalu tersadar mundur ke belakang. Suasana semakin panas. Semua orang yang ada di sana bagai menyimpan bara api di dadanya.Â
Ibu yang tak bersenjata dan hanya menuntut haknya jadi gemetar jangan-jangan ia juga kena sasaran tangkap aparat. Lantas perlahan ia tinggalkan demontrasi dan memilih pasrah dengan nasibnya. Ia tak mau seperti Marsinah.
"Di negeri ini rakyat kecil cuma jadi tumbal nak dan untuk apa berteriak menuntut bila harus sakit badan bahkan kehilangan nyawa. Tidak akan ada yang berubah. Pemegang uang yang berkuasa".
Lanjut lagi ia mengingatkan. Di negeri ini pengusaha merangkap pengusa. Pengusa adalah pengusaha. Lalu kamu mau bilang apa, kamu mau teriak apa. Kita tak lebih dari lalat-lalat lapar di timbunan sampah.
Setelah selesai bercerita masa lalunya ibu tak sanggup lagi membendung air mata.
Handy PranowoÂ
1 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H