Lihat ke Halaman Asli

MEA : Siapa Takut?

Diperbarui: 6 Desember 2015   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar : kompas.com"][/caption]Tak terasa kita sudah berada di bulan Desember tahun 2015, itu berarti bulan depan sudah memasuki tahun 2016. Tahun yang menandai diberlakukannya era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau yang biasa disebut pasar bebas kawasan Asia Tenggara.

Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan menjadikan sebuah kawasan yang terintegrasi dalam kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan tenaga kerja menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Indonesia sebagai salah satu Negara di Asia Tenggara mau tidak mau juga akan terlibat aktif dalam era persaingan bebas ini. Indonesia dengan jumlah penduduk hampir 250 juta jiwa akan menjadi pangsa pasar yang strategis lantaran jumlah penduduknya yang besar. Dengan jumlah penduduk yang berlimpah, ini berarti kita akan menjadi sasaran empuk bagi Negara Asean lain untuk memasarkan produk-produknya.

Indonesia saat ini menjadi pasar yang sangat menggiurkan dibandingkan dengan negara lain. Buktinya, sekitar 40 persen konsumen kelas menengah di kawasan Asia tenggara ada di Indonesia. Selain itu, produk domestik bruto (PDB) Asean juga 25 persennya berasal dari Indonesia.

Nah apa yang akan terjadi jika produk dalam negeri tidak siap dalam persaingan ini, maka dipastikan Indonesia hanya akan menjadi pasar dan penonton bagi negara lain.

Presiden Jokowi pun dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa Indonesia harus siap menghadapi ini. Siap tidak siap pokoknya kita harus bisa, tidak ada cara lain kita harus optimis kata Presiden.

Dengan berlakunya MEA ini akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia, competition risk akan muncul dengan banyaknya produk impor yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri, tetapi ini juga merupakan peluang bagi para pengusaha dan pekerja Indonesia untuk ekspansi ke Negara lain.

Hal yang menarik pula kita cermati adalah adanya kecenderungan masyarakat Indonesia untuk lebih menyukai hal hal bernuansa luar negeri, ambil contoh sederhana kita setiap hari disuguhkan dengan film Korea, India, Thailand dan yang booming baru-baru ini film dari Turki. Tapi tahukah kita bahwa ini sebenarnya juga salah satu strategi marketing bagi Negara lain untuk mempromosikan produknya.

Maka tak heran kita bisa saksikan anak muda kita yang merasa lebih ‘pede’ jika memakai barang impor dari pada produk lokal buatan anak bangsa sendiri. Ini bukan masalah kualitas, tetapi lebih ke masalah selera. Contoh lain buah dan sayuran impor dari Malaysia dan Vietnam yang semakin banyak meramaikan pasar-pasar swalayan kita, bahkan sudah sampai ke pedagang kaki lima.

Tetapi ada hal lain yang menarik menurut pengamatan sebagian pengamat, bahwa selain produk yang perlu dikhawatirkan juga adalah membanjirnya tenaga kerja asing yang akan masuk ke Indonesia.

Berbagai profesi profesional seperti engineer, pengacara, chef, akuntan, dokter, perawat semua akan bebas menginjakkan kakinya di Indonesia, demi mengisi pos pos pekerjaan yang tersedia di Indonesia. Tentu saja tenaga kerja lokal akan bersaing ketat dengan tenaga kerja asing nantinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline