Lihat ke Halaman Asli

I Putu Arya Aditia Utama

Mahasiswa Hubungan Internasional

Dinamika Politik Sebelum Kemerdekaan: Kerajaan Mataram di Bawah Kepemimpinan Sultan Agung

Diperbarui: 7 Oktober 2021   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehidupan memang tidak akan pernah terlepas dari yang namanya politik. Setiap tindakan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari pasti akan mengandung unsur politis. 

Tindakan sekecil apapun nuansa politis pasti akan selalu ada. Merekahnya unsur-unsur politis di masyarakat memang telah ada sejak dahulu. 

Pemikir-pemikir politik dari setiap zaman terus bermunculan dan hadir dengan ide-ide barunya untuk menganalisis dinamika politik yang begitu dinamis dalam masyarakat maupun negara. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki dinamika politik yang menarik untuk dianalisis, baik sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan. 

Hal ini disebabkan oleh adanya banyak kerajaan yang telah menghiasi nusantara serta adanya banyak bangsa asing yang masuk untuk melakukan perdagangan maupun mencari rempah-rempah. Kerajaan Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung adalah salah satu kerajaan yang dapat merepresentasikan dinamika politik sebelum kemerdekaan.

Dinamika Politik Internal Kerajaan Mataram

Sebelum dipimpin oleh Sultan Agung, Kerajaan Mataram telah menjelma menjadi kerajaan yang besar dan berjaya di bawah kepemimpinan ayahnya, yaitu Panembahan Senopati. 

Selama kepemimpinan ayahnya, Sultan Agung melakukan penyamaran di salah satu pondok untuk mencari sebuah ilmu pengetahuan dan belajar banyak bersama para guru yang ada di pondok tersebut. 

Awalnya, Sultan Agung adalah salah satu anak dari Panembahan Senopati yang akan dinobatkan sebagai seorang raja mataram penerus ayahnya. Akan tetapi, salah satu istri dari Panembahan Senapati menentang keputusannya dan ingin menaikkan anaknya sebagai pelanjut tahta. 

Di sisi lain, Sultan Agung yang telah mengetahui dirinya akan ditunjuk sebagai penerus tahta kerajaan menolak untuk menjadi raja dan memilih untuk menjadi seorang Brahmana karena kegemarannya dalam belajar dan mengajar. Bahkan hingga dewasa, Sultan Agung masih tetap dengan pendiriannya untuk tidak menjadi penerus tahta ayahnya.

Penolakan Sultan Agung didengar oleh istri Panembahan Senopati yang ingin menaikkan anaknya sebagai penerus tahta kerajaan sehingga suasana ini dimanfaatkan olehnya agar anaknya segera naik tahta sebagai pewaris kerajaan. Tindakan yang dilakukannya untuk mempercepat kenaikan tahta anaknya adalah dengan merencanakan pembunuhan Panembahan Senopati. 

Rencana yang telah disiapkan berjalan dengan baik dan lancar sehingga wafatlah Panembahan Senopati. Ketika Panembahan Senopati wafat, kerajaan mataram mengalami kekosongan, tetapi rencana untuk menaikkan anaknya sebagai pewaris tahta kerajaan tidak dapat berjalan dengan lancar karena banyak penasehat kerajaan yang menginginkan Sultan Agung untuk mewarisi tahta ayahnya dan hal ini juga sesuai dengan arahan dari Panembahan Senopati sebelum wafat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline