Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Cerpen: Dilema Konten Kreator

Diperbarui: 25 Januari 2023   04:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi konten kreator, sumber: Sanctuary via biz.kompas.com

Agaknya tak ada yang lebih menyenangkan bagi anak-anak zaman sekarang selain menghabiskan waktunya di dunia maya. Dunia yang sebetulnya tak pernah ada, tapi terasa seperti ada lantaran pikiran dan perasaan telah banyak bermain di dalamnya. Siapa yang berhasil mengunggah konten yang memuaskan logika pikir pun mengacak adut perasaan, kira-kira dialah yang mendulang banyak penonton. Kompetisi yang samar yang kadang membuat tepar para konten kreator. Tidak terkecuali Batil, Jambir, dan Sabir.

Kurang lebih lima sore belakangan, Batil selalu sigap pergi ke pantai belakang rumahnya. Kali ini memang gilirannya bermain bersama pantai. Dua minggu lalu, dia sudah naik gunung. Sebulan sebelumnya, bersama Jambir, mereka menapaki kedalaman hutan. Pernah dengan Sabir, Batil masuk ke dalam goa-goa yang penuh stalaktit pun stalagmit. Dalam kenangan itu, hampir kepala Batil jendol lantaran sedikit lagi menabrak stalaktit.

Sebagai konten kreator pemandangan alam, tentu, tiadalah lagi yang lebih berharga dibanding hijau-hijauan dedaunan berteteskan embun pagi. Sinar-sinar matahari menyelusup menembus batang pohon. Suara burung-burung berkicau. Bunyi nyaring ret-ret tonggeret. Angin yang berembus perlahan, menggerak-gerakkan ranting-ranting perdu hutan.

Setaralah dengan keindahan itu, bermodalkan hanya sebuah ponsel di tangan, Batil tak akan melewatkan kelebatan kelelawar yang beterbangan dari sudut-sudut gelap. Gemericik air jatuh dari ujung stalaktit. Deru gaung berpantul pada dinding-dinding goa. 

Gambar tangan di dinding goa entah siapa pun tak jelas apa -- kadang-kadang hanya tampak seperti coretan anak SD -- masih bisa dikemas jadi konten menarik di media sosial. Tinggal tambahkan saja kata-kata pengantar yang mengundang penasaran: jangan-jangan, dulu orang purba pernah tinggal di sini. Begitulah kalimat yang diakhiri tanda tanya pada awal gambar kontennya.

Waktu Batil masih pemula dan belum punya nama, tentu konten pertamanya sedikit yang menonton. Cuma sepuluh views kalau tak salah. Jempol sebagai pertanda suka diperoleh hanya satu. Kadang-kadang, jumlah views bisa bertambah jadi sebelas, dua belas, tiga belas, itu pun karena Batil menonton kontennya sendiri, lagi dan lagi.

"Apa ada yang salah? Rasa-rasanya tampilan alamnya sudah bagus," begitu tanyanya dalam hati. "Kayaknya, tak ada orang yang tak suka lihat pemandangan."

"Ya kamu jangan cuma unggah konten, Til. Ya mbok disebar," Jambir memukul pundak Batil yang sedang menonton konten dalam kamarnya. Kayaknya Jambir tahu, ada banyak pertanyaan pada benak Batil. Dari tadi Batil mengernyitkan dahi.

"Oh iya, bagus juga idemu."

Selepas sebuah konten selesai diedit dan diunggah di media sosial, Batil lekas-lekas menyebarkannya di berbagai aplikasi pertemanan. WA, Facebook, Instagram, Twitter, Youtube. Sudah ditampilkan di feed, masih pula diunggah di story. Namanya juga berharap, kadang masa bodoh meskipun yang dilakukan kelewat tampak bodoh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline