Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Cerpen: Katanya, Mayat Suka Bercanda

Diperbarui: 8 Oktober 2021   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi mayat, sumber: Thinkstock via detik.com

Ada satu kebijaksanaan yang membuat desa itu terlihat berbeda dibanding desa-desa di sekitarnya. Sebelum saya ceritakan, barangkali kau akan terkejut jika melangkahkan kaki menuju ke sana, yang tidak mudah dicapai karena desa itu berada di balik gunung. Perjalanan melewati jalur berkelok-kelok, tepi jurang yang curam, batas jalan tak berpagar, lampu penerangan sama sekali tidak ada, menjadi tantangan besar bagi orang-orang yang hendak bertandang ke sana.

Namun, justru karena itulah, banyak orang jahat merasa desa itu adalah tempat paling aman untuk bersembunyi. Para petugas keamanan sering mengurungkan niat menangkap mereka. Bayangan kematian yang terjadi begitu saja karena kecelakaan sepanjang perjalanan menuju desa itu dan entah tidak terhitung sudah berapa banyak, kerap menghantui. Di desa itu, para penjahat dengan leluasa mengambil napas dan begitu tenang menghitung hasil kejahatan mereka.

Sebagai petugas sensus yang harus pergi ke sana guna melengkapi data kependudukan yang sebentar lagi saya laporkan pada pimpinan, saya mau tidak mau sangat berhati-hati dan hanya berani berangkat waktu matahari masih ada di langit.

Kembali tentang kebijaksanaan. Bersama dengan pelaksanaan tugas saya menghitung jumlah orang dari rumah ke rumah, secara tidak sengaja saya mendengar pembicaraan orang asli desa itu, yang baru saya sadari sangat memanusiakan manusia. 

Seberapa pun tingkat kejahatan yang sudah dilakukan, ketika mati, segala dendam harus dihapuskan dan jenazah semua penjahat tanpa memandang apa kejahatannya, harus diperlakukan sama dengan orang biasa.

"Sudah mati, buat apa dipermasalahkan lagi? Nanti kan pertanggungjawabannya ada sendiri. Kita urus saja selayaknya manusia yang siapa pun itu pasti akan mati," kata petinggi desa itu ketika ia bercerita panjang lebar karena saya sengaja mencari informasi lebih lengkap tentang warga desa darinya.

Petinggi itu tidak tahu kapan asal-muasal kebiasaan di desa itu terjadi. Ia juga bukan orang tertua dan pertama yang diangkat para penjahat sebagai petinggi. Para penjahat yang sudah melakukan kejahatan di kota sangat menaruh hormat padanya. Saya pun selamat selama sebulan di sana, tidak diapa-apakan oleh mereka, hanya karena menginap di rumah petinggi itu.

Orang-orang desa yang hampir semuanya penjahat serempak tidak akan memakamkan siapa pun di antara mereka yang meninggal oleh karena sebab apa pun, sebelum anggota keluarga minimal anak-anak telah berkumpul. 

Satu dua orang perwakilan dari desa akan pergi ke kota, bersusah payah melewati jalur pegunungan yang berkelok-kelok itu, lantas mencari anggota keluarga yang kebanyakan membiarkan mereka mati saja dan barangkali karena malu atau dendam, sering tidak sudi untuk menghadiri pemakaman.

Namun, tetap ada -- meskipun sangat jarang -- satu dua anggota keluarga datang. Selama menunggu, mayat-mayat penjahat itu dibaringkan pada satu kamar di belakang balai desa dalam kotak peti mati berwarna hitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline