Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Cerpen: Kepala Kampung Baru

Diperbarui: 4 Maret 2021   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:Pixabay

Sinar-sinar kemerahan yang indah tergurat bersama kumpulan mega di langit perlahan sirna. Angin basah berembus begitu kencang, membuat dahan-dahan pepohonan yang begitu tipis jatuh begitu saja mencium tanah. 

Sang surya setengah bulat tampak hampir tenggelam di ufuk barat. Bintang-bintang yang meneruskan sinarnya mulai bermunculan, berkerlap-kerlip, seolah-olah bersiap mengiringi sebuah acara besar di kampung yang mulai riuh itu.

Beberapa pemuda berjalan tergesa-gesa, menuju ke sudut-sudut kampung. Mereka membawa sebuah kentungan, pertanda ada berita yang harus dikabarkan. Mereka berteriak.

"Ayo, Bapak Ibu. Sudah waktunya. Mari semua kumpul di balai kampung!"

Seusai mendengar kabar itu, para petani lekas merapikan cangkulnya. Ibu-ibu yang bersenda gurau sambil membersihkan padi yang baru selesai dipanen, segera mengenakan topi capingnya dan mempercepat langkah. 

Beberapa pemuda yang bermain suling di tepi sawah, memukul-mukul kerbaunya, menarik tali pada hidungnya, dan sedikit menyeretnya paksa, dengan maksud agar mereka tidak terlambat pada pesta lima tahun sekali itu.

Di balai kampung, sebagian ibu sibuk menyiapkan kacang rebus dan pisang goreng dalam beberapa piring. Tenda-tenda sudah dibentangkan. Kotak-kotak berisi nama-nama calon kepala kampung rapi berjajar di atas meja. Lampu petromaks dinyalakan. Kumpulan laron berkerubung di sekitarnya.

Satu per satu orang berdatangan. Seorang lelaki paruh baya duduk di sebuah kursi pada mimbar balai. Di sebelahnya, duduk pula seorang perempuan yang hampir seumuran dengannya. Setelah melihat balai itu mulai penuh sesak dengan seratus tujuh puluh orang warga kampung itu, yang sebagian besar bekerja sebagai petani, lelaki itu berdiri. Ia mendekati pengeras suara, kemudian berbicara.

"Bapak Ibu yang berbahagia. Selamat malam. Terima kasih sudah memberikan waktu datang di pesta akbar ini. Tidak perlu lama-lama lagi. Sebelum pemilihan dilangsungkan, mari kita sambut satu per satu calonnya!"

"Bapak yakin calonin Sulepret?" tanya wanita yang duduk di sebelahnya itu pada suatu sore di teras rumah.

Lelaki itu mengambil sebuah ubi goreng di atas meja. Terdengar bunyi gigi gemeletuk. Mulutnya mengeluarkan asap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline