Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Cerpen: Semoga Nggak Banjir Lagi

Diperbarui: 8 Desember 2020   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:www.liputan6.com

"Bu, sini deh Bu!" Kupanggil istriku yang sedang sibuk menyetrika di dapur.

"Ada apa sih, Pak? Ganggu banget, dikit lagi nih!" Ujarnya sembari merapikan setrika dan lempitan baju yang terakhir.

Malam itu kami berdua punya waktu senggang banyak, karena dua jagoan kecil sedang berlibur di rumah neneknya. Kebetulan tahun ini, libur panjang kenaikan kelas dan musim penghujan bersamaan datangnya. 

"Coba lihat itu Bu, beritanya." Tanganku membesarkan suara televisi di sudut ruang keluarga kami.

...Hujan deras dan banjir setinggi satu meter melanda kota Sukabaru sejak Minggu, 20 September 2020, dini hari. Dilaporkan, sebuah rumah roboh dan beberapa rusak parah. Belum ditemukan secara pasti jumlah korban yang meninggal, dan tim SAR masih sibuk menyelamatkan warga yang terjebak di dalam rumah. Demikian liputan terkini dari kota Sukabaru...

"Udah banjir, Bu, kota sebelah. Jangan-jangan bentar lagi kita dapat banjir kiriman. Makin lebat lagi hujan malam ini." Terkaku. Kota Sukabaru lokasinya memang lebih tinggi daratan dan berbatasan langsung dengan kota tempat kami tinggal, Sukalama.

"Jangan ngomong yang aneh-aneh deh, Pak, nanti kejadian benar lho. Ingat, ucapan adalah doa." Jawab istriku. Istriku memang pandai sekali kalau berceramah. Sedikit-sedikit berceramah. Selalu kalah aku kalau mau ajak debat.

"Bukan gitu, Bu. Kota kita kan memang langganan banjir hampir tiap tahun. Lihat saja, sungai di tengah kota. Setiap pagi kalau Bapak pergi ke kantor, pasti Bapak lihat banyak sekali sampah menggenang di sungai itu. Sampai-sampai, airnya tidak mengalir. Gimana engga gampang banjir coba?" Jalurku ke kantor melewati sungai utama di kota kami.

"Ibu juga prihatin, Pak, kalau masalah itu. Gimana yah, kan kita warga kota ya, seharusnya pemikirannya juga udah kota. Modern lah. Miris juga ibu ngelihat warga buang sampah sembarangan di sana. Nanti kalau banjir, pemerintah lagi yang disalahkan." Jawabnya.

"Iya Bu. Bapak malah pernah berpikir. Sebetulnya, pekerjaan tukang bersih di jalanan itu tak perlu ada, Bu. Dengan catatan, kesadaran masyarakat untuk buang sampah di tempatnya sudah tinggi. Mereka bisa dipekerjakan untuk hal lain yang lebih penting."

"Sepakat, Pak. Udahlah Pak, jangan dipikir penat-penat. Yang penting, dari kita sendiri, selalu buang sampah di tempatnya. Kita doakan pula semoga kota kita engga banjir dan warganya banyak yang kembali ke jalan yang benar." Kembali istriku berceramah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline