Lihat ke Halaman Asli

Resensi Buku

Diperbarui: 25 Juli 2021   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dua Ustad, dongeng ala Kang Pepih.

Resensi dan kritik untuk Pepih Nugraha, sang penulis buku.

Kumpulan cerpen yang lebih dari 20 cerita, merupakan buku ketiga dari sang penulis yang telah saya baca. Sebelumnya, sudah dilahap "Alena" dan "Wanita Penyapu Halaman". Penulisnya, Pepih Nugraha, mantan wartawan Kompas sekaligus pendiri Blog Kompasiana, yang sekarang sedang asyik menikmati masa2 pensiunnya.

Dua Ustad, judul buku yang dipilih dari salah satu cerpen didalamnya, merupakan dongeng masa kini ala penulisnya. Pembaca yang memiliki literasi cukup serta usia di atas 50 tahun, secara langsung akan mengkaitkan Ustad Joni dalam cerpen tersebut dengan sosok preman yang terkenal pada jamannya, Jhoni Indo. Preman ganteng, bintang iklan rokok terkenal serta seorang yang juga dikenal dermawan, karena sering membagi hasil kejahatannya pada orang miskin. Sang Ustad berubah menjadi tokoh agama, setelah bebas menjalani hukumannya di penjara. 

Sedangkan Ustad yang satunya lagi, adalah Ustad Amien. Yang digambarkan dalam cerpen sebagai tukang kawin dan punya banyak istri. Bahkan diakhir cerita, ada drama yang memalukan, saat upacara pemakaman Ustad Amien yang meninggalnya pada waktu  yang bersamaan dengan Ustad Joni, akan dilakukan. Terjadi pertikaian dan rebutan warisan antara istri2nya yang demikian banyak, membuat saya juga bingung menghitungnya.

Lantas siapa Ustad Amien? Menurut tafsir saya yang bisa juga keliru, Ustad dimaksud adalah sosok yang sedang sohor saat ini, yang berasal dari pulau seberang. Personifikasi sosok yang selalu tampil diberbagai media masa. Hanya penulis dan Tuhan saja yang tahu, siapa orang dimaksud dalam cerpen. Tapi satu hal yang pasti, gejolak jiwa penulis atas kondisi sosial masyarakat saat ini, ikut terusik. Sehingga dikeluarkan uneg2ny dalam cerita tersebut. Dalam hal ini, jiwa jurnalis penulis yang juga humanis, telah mewakili banyak perasaan masyarakat.

Membaca mulai dari cerpen pertama, yang diberi judul "Sahabat", langsung timbul kesan lebay. Lanjut cerita kedua, tentang ibu dan anak, alur ceritanya terasa dipaksakan banget, kebosanan mulai timbul. Membaca cerita ketiga, yang  entah kebetulan atau memang sengaja diletakan dalam buku ini, dipilih sesuai dengan judulnya "Tiga Permintaan". 

Pingin tertawa sendiri, bagaimana penulis mengadopsi kisah super fiktif tentang Jin dan tiga permintaannya. Kisah kriminal yang dipaksa untuk sambung menyambung dengan kehadiran Jin serta sosok lain, yang dalam cerpen sebagai tertuduh pelaku pembunuhan almarhumah pacarnya Panji, Panji adalah tokoh dalam cerpen tersebut. Sosok yang tampil adalah ayah kandungnya sendiri. 

Pembaca dibuat tumpul logika. Sepertinya, penulis ingin akhir cerita dibuat mengambang, tapi mengambang yang alur ceritanya dipaksakan, tentu hasilnya mengecewakan. Tapi namanya juga dongeng, apa saja boleh dong, tergantung pengarangnya.

Membaca kisah2 selanjutnya, kebosanan semakin mendekat. Akhirnya benar2 tidak sanggup meneruskan. Saya kuat hanya sampai cerita ke 14, "Hujan". Setelah itu langsung tutup bukunya.

Honny Maitimu.
Yang suka membaca fiksi dan dongeng.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline