Lihat ke Halaman Asli

Hestri Parahest

hobi menulis

Mengulas Nyanyian Tempur di Kereta

Diperbarui: 15 Agustus 2025   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : olahan Gemini AI/dokpri

Ketidaknyamanan saat berada di dalam transportasi umum sering menjadi potongan cerita kelabu. Bahkan pengalaman kecutpun bisa muncul dalam gerbong kereta api eksekutif antar kota, karena saking nyamannya. Desak-desakan, persoalan sampah, dan "war tempat duduk" mungkin tidak menjadi problem disini. Tapi bagaimana dengan tidur nyenyak, yang membuat penumpang lain berteriak?

Tidur di perjalanan kereta itu wajar. Apalagi tidur pulas, sebuah bukti respon tubuh yang hakiki pada suasana perjalanan yang tenang, sejuk, dan nyaman. Masalahnya adalah, apabila penumpang yang tidur itu mendengkur keras. Apalagi suara dengkurnya sampai melampaui bunyi gergaji yang sedang mengergaji pohon besar, ditambah menjadi lagu medley yang menemani sepanjang perjalanan. Sudah tentu penumpang di sekitarnya auto-terganggu. 

Dengkur di kereta adalah sebuah nyanyian tak merdu, yang menantang kecerdasan emosi penumpang untuk bertempur mempertahankan nilai raportnya. Jangan salah, bertempur melawan rasa kesal dan tidak nyaman dalam diri sendiri sama beratnya dengan bertempur melawan penjajah jaman dulu. Lalu bagaimana solusinya?

Sebagian penumpang ada yang lebih memilih bersikap diam, bersabar, dan malas ribut meskipun tidak nyaman. Sebagian lain memilih mendengarkan musik dengan earphone atau headset sebagai solusi yang paling mudah. Tapi tidak semua penumpang suka memakai earphone atau headset. Yang kerap kali terjadi, penumpang yang terganggu akan menegur dan membangunkan orang yang mendengkur. Tapi realitanya, setelah dibangunkan, orang itu tidur lagi, dan mendengkur lagi. Dibangunkan lagi, tidur lagi, lalu mendengkur lagi. Begitu seterusnya, sampai bosan sendiri penumpang yang membangunkannya. Kemudian aduanpun dikirimkan kepada kondektur yang bertugas. Tak berapa lama, kondekturpun datang, dan menegur orang yang bersangkutan dengan sopan dan hati-hati. Lalu berhasilkah nyanyian dengkur dilenyapkan dari pertempuran di gerbong kereta?

Orang yang tidurnya mendengkur sebaiknya mengambil solusi secara intra-personal untuk mengatasi dengkurnya, agar tidak berpotensi menjadi gangguan di ruang publik. Mencoba untuk memahami kesehatan sendiri, konsultasi ke dokter, dan menemukan solusinya, merupakan upaya yang lebih utama dibandingkan dengan memakai plester hidung atau plester mulut saat tidur di kereta. Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang memegang tombol on-off suara dengkur, termasuk si ahli dengkur itu sendiri. Kalau ada pilihan, setiap orang pasti lebih memilih tidak mendengkur daripada mendengkur. Andai saja aplikasi Access menambah fitur baru, tidak hanya Female Seat Map, tapi juga denah kursi untuk penumpang mendengkur, pasti akan lain ceritanya. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline