Lihat ke Halaman Asli

David Herdy

Penulis lepas

Barak Militer untuk Anak Nakal: Solusi Tegas atau Jalan Pintas Pendidikan?

Diperbarui: 22 Mei 2025   23:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Dok Web delik.tv

Program pengiriman siswa "nakal" ke barak militer di Jawa Barat menuai pro dan kontra. Kisah Lingga Yudha membuka diskusi soal pendekatan tegas vs pembinaan holistik bagi remaja bermasalah.


Ilustrasi Dok Web megapolitan.kompas.com

Ketika Lingga Yudha, siswa kelas 9 dari Jawa Barat, terlibat dalam tawuran hingga melukai siswa lain, orang tuanya tak lagi mengandalkan nasihat rumah atau hukuman sekolah. Mereka menitipkan putranya ke barak militer---sebuah langkah drastis yang kini menjadi bagian dari program resmi Pemprov Jawa Barat di bawah Gubernur Dedi Mulyadi. Program ini memicu perdebatan nasional: apakah pendekatan militer dapat menyembuhkan kenakalan remaja?

Program Baru, Langkah Berani: Barak Militer untuk Remaja Bermasalah

Diluncurkan awal 2025, program ini telah menampung 39 siswa, termasuk Lingga, untuk menjalani pelatihan selama enam bulan di Resimen Armed 1/Sthira Yudha Kostrad, Purwakarta. Mereka datang dari latar belakang berbeda, namun punya satu kesamaan: sejarah perilaku menyimpang, mulai dari tawuran, geng motor, hingga bolos ekstrem.

Menurut Gubernur Dedi Mulyadi, program ini bukan bentuk hukuman, tetapi pembinaan karakter. "Mudah-mudahan mereka pulang jadi balageur," ujarnya. Dalam program ini, siswa diajarkan kedisiplinan, etika, wawasan kebangsaan, hingga keterampilan dasar seperti P3K.

Di Balik Seragam Loreng: Apakah Ini Solusi atau Represi?

Bagi sebagian orang tua, seperti keluarga Lingga, program ini adalah harapan terakhir. "Daripada masuk penjara, lebih baik dibina," ujar ibunya. Namun, pakar pendidikan memperingatkan bahwa pendekatan militer tak selalu cocok untuk remaja yang butuh bimbingan psikososial, bukan represi.

Komnas HAM turut mengkritik pendekatan ini. Mereka menyebutnya berpotensi melanggar prinsip-prinsip perlindungan anak. "Remaja bukan prajurit. Kita harus pahami kenakalan mereka sebagai gejala, bukan dosa," ujar Komisioner Komnas HAM.

Alternatif Holistik: Mendidik Bukan Menghukum

Fenomena ini menyingkap kegagalan sistem pendidikan dan keluarga dalam mengelola kenakalan remaja. Data dari BPS tahun 2024 menunjukkan bahwa angka keterlibatan remaja dalam tindak kriminal ringan di Jawa Barat meningkat 8% dibanding tahun sebelumnya. Namun, apakah barak militer jawabannya?

Pakar psikologi remaja dari Universitas Padjadjaran, Dr. Wiwin Sundari, menyarankan pendekatan berbasis terapi kelompok, konseling keluarga, dan pendidikan karakter yang berkelanjutan. "Militerisasi mungkin mendisiplinkan, tapi tidak menjawab trauma, tekanan sosial, dan konflik rumah tangga yang sering jadi akar masalah," ujarnya

Ilustrasi Dok Web bekasi.tribunnews.com

Program pembinaan anak nakal di barak militer Jawa Barat telah membuka lembaran baru dalam pendekatan kenakalan remaja. Kisah Lingga Yudha menjadi contoh nyata bahwa langkah drastis sering diambil dalam keputusasaan. Namun, penting untuk menyeimbangkan ketegasan dengan empati, agar disiplin tidak berubah menjadi intimidasi. Pendidikan sejati tidak sekadar membentuk barisan, tapi juga membangun harapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline