Lihat ke Halaman Asli

Susilo

Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang

Butiran Pemikiran Mohammad Hatta

Diperbarui: 31 Juli 2022   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemikiran-Pemikiran Mohammad Hatta

Mohammad Hatta dikenal sebagai orang yang berpendirian, tangguh, dan pejuang. Ia memegang teguh prinsip yang diyakininya serta mengusahakannya. Ia mengedepankan kepentingan segala golongan. Ia bahkan rela meletakkan jabatannya demi mempertahankan kesatuan bangsa. 

Pendidikannya tentang ekonomi dan ketenagakerjaan membawanya dalam keterlibatan aktif dalam berbagai peristiwa penting dalam proses pembentukan nation state Indonesia. Ia juga salah satu tokoh yang terlibat dalam proses penyusunan Undang-Undang Dasar (UUD) pada tahun 1945, dan Menyusun konstitusi Republik Indonesia serikat tahun 1949, maupun dalam penyusunan Undang-Undang Dasar Sementara (UDDS) tahun 1950.

Mohammad Hatta adalah pribadi yang memiliki berbagai pengalaman, cakupan pikirannya amat beragam. Baik dalam bidang Pendidikan, ekonomi, filsafat, maupun soal kebengsaan dan tata negara. Pemikirannya tidaklah hanya dipahami hanya pada masanya, namun juga jauh untuk kehidupan bangsa mendatang.

 Selain itu, ia sangat pemerhati Pendidikan. Baginya Pendidikan itu berperan penting dalam membangun karakter-karakter bangsa. Lagi menurutnya, ilmu itu dapat dipelajari oleh siapapun, orang yang cerdas dan tajam otaknya, namun manusia yang berkarakter baginya tidaklah diperoleh begitu saja. 

Pangkal segala Pendidikan karakter baginya adalah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar. Berikut ini ada beberapa pemikirannya dalam buku karangan Salman Alfarizi (2009), tentang Biografi Singkat Mohammad Hatta.[1] 

Kebangsaan. Mohammad Hatta adalah seorang yang sangat terpelajar meski di usia yang sangat muda, ia juga adalah aktivis politik yang tak kenal menyerah. Sejak pertengahan 1920-an ia telah menyaksikan hal yang tidak menguntungkan dalam kepemimpinan pergerakan nasional. 

Ia meragukan nasionalisme mereka, ia bahkan kecewa terhadap gerakan nasionalisme waktu itu. Partai Komunis Indonesia dan Partai Serikat Islam adalah partai yang terbesar pada waktu ituHatta ternyata menaruh harapan terhadap Partai Nasional Indonesia, tetapi sekaligus kecewa. 

Apalagi ketika melihat rakyat dikondisikan membeo kepada pemimpin demi kepentingan pemimpin sehingga segala sesuatu keputusan pemimpin harus diterima dengan sukarela. Menurutnya rakyat akan tetap tertindas meskipun Indonesia merdeka jika pemimpin tidak pernah memiliki kemauan dan tidak melakukan kemauan itu dengan rasa tanggung jawab penuh.

Dalam sudut pandangnya, ada tiga macam "kebangsaan" atau nasionalisme yang berkembang di Hindia Belanda pada waktu itu dan ketiganya diyakininya merupakan gejala umum. Tiga jenis kebangsaan itu ialah: 

Pertama, kebangsaan "cap ningrat", yang merasa kalo Indonesia merdeka nantinya merekalah yang berkuasa. Dalam pemahaman kebangsaan seperti itu, rakyat banyak tak dihitung, kecuali untuk mengabdi kepada penguasa.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline