Lihat ke Halaman Asli

hendra setiawan

TERVERIFIKASI

Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Potret Keragaman Indonesia: Turut Berbahagia Walau Tak Merayakan Imlek

Diperbarui: 12 Februari 2021   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Hendra Setiawan

Keragaman suku bangsa di Indonesia merupakan karunia yang tak ternilai harganya. Ijinkan terlebih dulu kita mengucapkan, "Selamat tahun baru Imlek 2572 buat Saudara/i yang merayakan. Selamat berbahagia..."

Sejenak melihat sejarahnya, Imlek pada masa Orde Baru kepemimpinan presiden Suharto, terjadi pembatasan yang lumayan ketat. Pemerintah melarang dilakukannya secara terbuka segala bentuk kegiatan agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun 1967.

Imbasnya, warga masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, tak lagi bisa merayakan ritual-ritual Konghucu, kepercayaan asli mereka. Termasuk dalam hal ini adalah tradisi merayakan Imlek dengan cara menggelar pertunjukan barongsai dan mengarak patung dewa-dewa alias toapekong di tempat-tempat umum. Jadinya, penyelenggaraan ritual itu hanya bisa dilakukan dalam lingkup terbatas, dalam lingkungan Kelenteng.

Angin perubahan mengalir setelah masa reformasi terjadi yang dimotori oleh mahasiswa tahun 1998. Setelah Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden, pada 17 Januari 2000, Gus Dur (sapaan akrabnya) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2000. Isinya mencabut Inpres No. 14/1967 yang dibuat masa Presiden Soeharto tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Artinya, warga keturunan Tionghoa tak lagi memerlukan izin khusus untuk mengekspresikan secara publik berbagai aspek dari kepercayaan, kebudayaan, dan tradisi asli mereka.

Kemudian, pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Mulai tahun 2003 hingga saat ini, tahun baru Imlek merupakan hari libur nasional.

Foto: Hendra Setiawan

 

Akulturasi Budaya

Kata Imlek di Indonesia lahir dari proses serapan penduduk Nusantara terhadap istilah Hokkian, "yin-li", artinya lunar calendar. Istilah ini hanya ada di Indonesia. Di China sendiri, istilah untuk perayaan ini disebut "chunji-e". Arti kata bebasnya adalah festival menyambut musim semi.

Nah, dalam perayaan Imlek sendiri, paling umum dan sering ditampilkan adalah pertunjukan kesenian Barongsai. Di negeri asalnya, ini disebut "Wu Shi". Perpaduan akulturasi budaya lokal Indonesia dan budaya Tionghoa melahirkan nama Barongsai ini.

Perhatikan saja bentuknya. "Barong" merujuk pada kesenian tari dengan menggunakan kostum. Sedangkan "Sai" dalam bahasa Hokkian berarti singa. Negara Barat menyebutnya tari Barongsai sebagai "Lion Dance".                                                             

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline