Lihat ke Halaman Asli

Hastira Soekardi

TERVERIFIKASI

Ibu pemerhati dunia anak-anak

Rintihan Sebuah Gelas

Diperbarui: 18 Juni 2021   02:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : https://lifestyle.okezone.com/

Aku hanyalah sebuah gelas . Gelas yang tiap harinya dipakai minum oleh perempuan berhati lembut. Bibirnya lembut menempel di pinggriran aku. Aku bisa merasakan lembut bibirnya. Tak pernah aku mendengar dia mengeluarkan kata-kata kasar dari bibirnya walau sudah banyak penderitaan yang dirasakannya. Aku merasa perempuan ini terlalu baik hatinya.

 Terlalu lembut . Menurutku tak pantas mendapatkan suami seperti itu. Kadang memang banyak orang yang munafik dimana-mana. Tapi apa yang dilihat orang belum tentu sebenanya terjadi. Suaminya begitu terkenal dengan motivasi-motivasinya. Perempuan itu harus tersenyum selalu di sisi suaminya. Padahal sebagian hatinya sudah terluka. Luka yang nyaris meenggut nyawanya.

Aku bingung. Mengapa perempuan ini harus bertahan . Demi anak-anak. Apa sampai begitu lemahnya kah? Apa takut kalau hidup sendiri tak bisa meghidupi anak-anaknya. Sudah berapa banyak kau berkurban? 

Aku bingung. Selalu aku ingin mengusap lembut dirimu saat kau diam-diam menangis. Diam-diam, agar tak ada yang tahu, tapi aku tahu. Akulah yang sangat tahu isi hatinya. 

Terbuat dari apakah hatinya? Bayangkan bertahan begitu lama sampai anak-anaknya dewasa. Aku tak mengira , dia bisa bertahan dengan kepingan hati yang hancur. Tapi kini anak-anaknya sudah dewasa. Mengapa tetap bertahan? Aku tak mengerti. Sungguh aku tatap wajahnya. Bibir tipisnya sering bergetar saat menahan tangisnya. Aku tak tega. Ingin kupeluk dirinya dan aku hibur agar air matanya tak turun . Tapi apa daya aku hanya sebuah gelas.

Entah darimana datangnya keberanian anak-anaknya . Mereka akhirnya membela ibunya. Setelah sekian lama melihat ibunya disakiti.

            "Biarkan ibu pergi, daripada kau sakiti hatinya,"tukas anaknya.

            "Tapi ibumu yang tetap ada, dia sendiri yang tak mau. Dia akan tetap ada bersama ayah. Dia selalu taat dan dia tak akan durhaka sama suaminya."

            "Kalau ayah mau ibu ada mengapa kau suka menyakiti hatinya?"

            "Siapa yang menyakiti? Ayah hanya memberi nasehat." Begitulah kata-kata yang menyakiti itu hanya sebuah nasehat. Anak itu memegang bahu ibunya. 

Dia memberi kekuatan agar ibunya melawan. Anaknya tahu ibunya takut durhaka sama ayahnya tapi kalau tetap dipertahankan, apa jadinya. Hanya pernikahan palsu . Terlihat bahagia tapi ada yang tersakiti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline