Lihat ke Halaman Asli

Hanom Bashari

wallacean traveler

Cerita Mengunjungi Lembah Napu nan Subur (Bagian 3-Situs megalitik)

Diperbarui: 29 Januari 2021   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalamba Watunongko di lembah Napu, Sulawesi Tengah (foto: Hanom Bashari)

Senin pagi di pertengahan Januari ini suasana cerah di Desa Wuasa, tempat kami bermalam di lembah Napu, Kecamatan Lore Utara, Sulawesi Tengah. Sebuah desa kecil namun cukup ramai dengan aktivitas ekonomi. Beberapa penginapan telah ada di desa ini, menandakan banyaknya pengunjung yang datang. Toko-toko kelontong serba ada pun tak hanya satu dua.

Sepagi mungkin kami meluncur menuju Desa Watutau, pusat Kecamatan Lore Peore berada, yang berjarak sekitar 20 kilometer arah selatan dari Desa Wuasa. Pagi ini cukup cerah, setelah seharian kemarin kami disuguhi hujan gerimis bercampur angin sendu sepanjang hari.

Baca: Cerita Mengunjungi Lembah Napu nan Subur (Bagian 2) dan juga Cerita Mengunjungi Lembah Napu nan Subur (Bagian 1)

Sepanjang perjalanan kami dijamu pemandangan dan situasi khas lembah Napu ini. Rumah-rumah desa yang sederhana, anjing-anjing yang menguasai jalan, dan gereja-gereja tua yang tampak klasik dengan dinding kayu dan menaranya yang menjulang. Serta tentu saja hamparan ilalang yang diselingi petak-petak hutan-hutan kecil menghiasi kanan kiri perjalanan.

Tak jauh dari sisi kanan kami, di arah barat, tampak pengunungan hijau berhutan. Itulah kawasan Taman Nasional Lore Lindu. TN Lore Lindu adalah satu-satunya taman nasional darat di Sulawesi Tengah, seluas 215 ribu hektar. Kawsan ini menjadi tempat harapan hidup tertinggi untuk satwa khas Sulawesi seperti anoa, monyet-hitam tonkeana, tarsius, maleo, julang sulawesi, dan lainnya. Tiada arti Sulawesi tanpa kehadiran satwa khasnya tersebut.

Taman Nasional Lore Lindu juga merupakan zona inti dari Cagar Biosfer Lore Lindu yang telah ditetapkan semenjak 1977 oleh UNESCO. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang dikelola dengan tujuan untuk mengharmonikan antara kebutuhan konservasi keanekaragaman hayati, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan.

Sepanjang perjalanan, kebun-kebun kopi tampak sesekali terlihat terhampar luas, di samping kebun-kebun palawija seperti tomat, kol, dan cabai. "Umumnya di sini masyarakat menanam kopi robusta, nanti kita bisa mampir di salah satu desa yang biasa menjual kopi ini sudah dalam kemasan", jelas Lanus, salah satu fasiliatator desa dalam proyek FP III yang mendampingi kami.

Forest Programme III Sulawesi atau FP III merupakan sebuah proyek yang dijalankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan bantuan dana hibah dari Pemerintah Jerman, untuk mewujudkan pengelolaan lanskap Lore Lindu secara kolaboratif dan terpadu, baik dalam rangka konservasi keanekaragaman hayati maupun pengelolaan daerah aliran sungai pada lanskap ini. Proyek ini bekerja untuk area lanskap Lore Lindu, yang merupakan kawasan TN Lore Lindu dan area penyangganya.

Calon hutan yang membuat iri dan bangga

Desa Watutau sebenarnya bukanlah desa terujung dan buntu. Terdapat cabang jalan ke arah barat daya yang menghubungkan lembah Napu dan lembah Besoa, salah satu lokasi unik lainnya yang ada di lanskap Lore Lindu ini. Dari Desa Watutau ini, juga terdapat jalan tembus ke arah timur menuju kota Poso, walaupun jarang dilalui oleh kendaraan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline