Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Membela Hak Pengguna Vape

Diperbarui: 20 Mei 2021   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: vapemonkeydubai.com

Isu mengenai rokok elektronik, atau yang dikenal juga dengan vape, merupakan salah satu isu yang cukup kontroversial di berbagai negara di dunia, termasuk juga di Indonesia. Berbagai pihak memiliki pandangan yang sangat kontras dan jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Bagi sebagian pihak, vape atau rokok elektronik adalah hal yang sangat berbahaya, dan maka dari itu harus dilarang demi melindungi kesehatan publik. Di Indonesia misalnya, salah satu pihak yang mendukung adanya larangan tersebut adalah Ikatan Dokter Indonesia, atau IDI. IDI mengungkapkan, vape justru mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan (mediaindonesia.com, 25/9/2019).

Kesehatan publik tidak bisa dipungkiri memang merupakan masalah besar di berbagai negara di dunia. Bila suatu negara memiliki jumlah populasi masyarakat yang sakit dengan angka yang tinggi, hal ini juga akan semakin meningkatkan beban negara untuk membiayai program kesehatan tersebut. Belum lagi, orang-orang yang dapat menggunakan tenaga dan pikiran yang mereka miliki untuk kegiatan-kegiatan yang produktif akan semakin berkurang.

Namun, melindungi kesehatan publik tidak semudah membalikkan telapak tangan, salah satunya dengan hanya melarang produk-produk tertentu yang dianggap berbahaya. Ada unintended consequences yang harus kita pikirkan masak-masak bila kita ingin mengambil kebijakan tersebut.

Hanya karena kita melarang suatu produk yang dianggap bisa membahayakan kesehatan, bukan berarti lantas kita dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan produk tersebut. Selain itu, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah, bila ada produk serupa yang jauh lebih berbahaya beredar di pasar daripada produk yang ingin dilarang, maka larangan tersebut berpotensi tidak memiliki dampak apapun, dan justru dapat menjadi kebijakan yang kontra produktif.

Berdasarkan laporan lembaga kesehatan publik Inggris, Public Health England (PHE) misalnya, rokok elektronik atau vape memiliki dampak 95% jauh lebih tidak berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Secara ekspilist, bila dibandingkan dengan rokok konvensional, maka resiko dari menggunakan rokok elektronik sangat kecil (theguardian.com, 28/12/2018).

Sangat penting ditekankan dalam hal ini bahwa, laporan PHE tersebut bukan berarti menyatakan bahwa vape atau rokok elektronik adalah produk yang sepenuhnya aman. 95% jauh lebih tidak berbahaya dan sama sekali tidak berbahaya adalah dua hal yang sangat berbeda.

Tetapi, berdasarkan laporan dari PHE, bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar, vape atau rokok elektronik jauh lebih aman. Dengan demikian, bila produk rokok elektronik dilarang, sementara rokok konvensional tetap dibolehkan, maka tentu aturan tersebut adalah sesuatu yang mengada-ada dan tidak akan memiliki dampak yang signifikan.

Tidak hanya itu, bila ada kebijakan pelarangan vape atau rokok elektronik, maka hal tersebut adalah bentuk pelanggaran hak terhadap seseorang untuk mendapatkan alternatif produk yang jauh lebih aman. Besar kemungkinan, mereka yang sebelumnya ingin mengkonsumsi produk vape, karena tidak bisa mendapatkan produk tersebut di pasar, bukannya justru mengurungkan keinginannya, tetapi justru beralih ke produk rokok konvensional yang jauh lebih berbahaya.

Inilah salah satu tantangan besar terkait dengan membela hak para pengguna vape di berbagai negara di dunia, salah satunya tentunya di Indonesia. Banyaknya kesalahpahaman terkait dengan vape atau legalisasi produk tersebut, merupakan salah satu penyebab dari potensi lahirnya berbagai aturan yang justru tidak produktif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline